Akhirnya! BPOM Tolak Vaksin Nusantara Terawan, Dilarang Uji Klinis merupakan berita Hangat N3 di 2020.
Online - Hal itu dikatakan Kepala Badan Pengawas Obat & Makanan (BPOM) Penny K Lukito. BPOM juga tidak akan memberi izin untuk kelanjutan uji klinis fase kedua vaksin Nusantara.
Sebab uji klinis vaksin perdana pun banyak kejanggalan yg terjadi.
Semua pengujian vaksin, termasuk vaksin Nusantara, harus sesuai dengan aturan yg berlaku, baik secara internasional maupun nasional. Begitu juga, vaksin nusantara dalam pengujian praklinis pun harus sesuai.
"Praklinis ini penting untuk proteksi dari subjek manusia. Untuk menghindari sesuatu yg tidak diharapkan ketika uji coba," ujar Penny dalam konferensi pers di kantor Bio Farma, Jumat (16/4/2021).
Praklinis dalam uji vaksin harus memperlihatkan dari sisi keamanan. Kemudian, dari skala laboratorium pun harus dipastikan vaksin ini diuji coba dengan baik.
Menurutnya, ketika harap supaya vaksin ini segera selesai, tetapi tidak menunjukkan sisi keamanan dalam uji coba, hal tersebut salah. Karena, sebuah penelitian memang membutuhkan waktu lama & berjenjang.
"Ada koreksi dalam uji klinis, makanya ada praklinis. Kalau tidak diikuti secara prosesnya, ini tidak akan mendapatkan vaksin yg bermutu & berkualitas," katanya.
Dengan demikian, mengatakan dia, untuk uji klinis vaksin Nusantara saat ini tidak dapat dilanjutkan ke tahap kedua.
Karena, harus ada perbaikan dalam sejumlah aspek ini ketika penelitian harap melanjutkan fase tersebut.
Di sisi lain, mengatakan dia, BPOM sekarang sudah menyiapkan panduan untuk para peneliti yg harap mengerjakan riset dalam pembuatan vaksin.
Mereka harus dapat mengikuti syarat yg ditentukan, termasuk fasiiltas & kapasitas pengembangan vaksin.
"Jadi, itulah mengapa kami menciptakan dokumen yg harus dipahami & dipelajari oleh lembaga riset," katanya.
Sebelumnya, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Daeng M Faqih khawatir, polemik vaksin Nusantara dapat memengaruhi kepercayaan publik kepada vaksin yg sudah disediakan pemerintah untuk program vaksinasi Covid-19.
"Vaksin yg dihinggakan pemerintah itu sudah teruji & diakui WHO. Memang efikasi vaksin paling rendah adalah tidak boleh lebih rendah dari 50 persen, ini sudah dilewatin semua," ujar Daeng dikutip dalam Instagram resmi @ikatandokterindonesia.(suara.com)
NB: Semua berita ini diambil dari internet

Online - Hal itu dikatakan Kepala Badan Pengawas Obat & Makanan (BPOM) Penny K Lukito. BPOM juga tidak akan memberi izin untuk kelanjutan uji klinis fase kedua vaksin Nusantara.
Sebab uji klinis vaksin perdana pun banyak kejanggalan yg terjadi.
Semua pengujian vaksin, termasuk vaksin Nusantara, harus sesuai dengan aturan yg berlaku, baik secara internasional maupun nasional. Begitu juga, vaksin nusantara dalam pengujian praklinis pun harus sesuai.
"Praklinis ini penting untuk proteksi dari subjek manusia. Untuk menghindari sesuatu yg tidak diharapkan ketika uji coba," ujar Penny dalam konferensi pers di kantor Bio Farma, Jumat (16/4/2021).
Praklinis dalam uji vaksin harus memperlihatkan dari sisi keamanan. Kemudian, dari skala laboratorium pun harus dipastikan vaksin ini diuji coba dengan baik.
Menurutnya, ketika harap supaya vaksin ini segera selesai, tetapi tidak menunjukkan sisi keamanan dalam uji coba, hal tersebut salah. Karena, sebuah penelitian memang membutuhkan waktu lama & berjenjang.
"Ada koreksi dalam uji klinis, makanya ada praklinis. Kalau tidak diikuti secara prosesnya, ini tidak akan mendapatkan vaksin yg bermutu & berkualitas," katanya.
Dengan demikian, mengatakan dia, untuk uji klinis vaksin Nusantara saat ini tidak dapat dilanjutkan ke tahap kedua.
Karena, harus ada perbaikan dalam sejumlah aspek ini ketika penelitian harap melanjutkan fase tersebut.
Di sisi lain, mengatakan dia, BPOM sekarang sudah menyiapkan panduan untuk para peneliti yg harap mengerjakan riset dalam pembuatan vaksin.
Mereka harus dapat mengikuti syarat yg ditentukan, termasuk fasiiltas & kapasitas pengembangan vaksin.
"Jadi, itulah mengapa kami menciptakan dokumen yg harus dipahami & dipelajari oleh lembaga riset," katanya.
Sebelumnya, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Daeng M Faqih khawatir, polemik vaksin Nusantara dapat memengaruhi kepercayaan publik kepada vaksin yg sudah disediakan pemerintah untuk program vaksinasi Covid-19.
"Vaksin yg dihinggakan pemerintah itu sudah teruji & diakui WHO. Memang efikasi vaksin paling rendah adalah tidak boleh lebih rendah dari 50 persen, ini sudah dilewatin semua," ujar Daeng dikutip dalam Instagram resmi @ikatandokterindonesia.(suara.com)
NB: Semua berita ini diambil dari internet