Alissa Wahid Tak Setuju Jika Terorisme Dianggap Tidak Terkait Agama merupakan berita Hangat N3 di 2020.
Online - Koordinator Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid, berpandangan bahwa tidak tepat kalau aksi terorisme disebut tidak berkaitan dengan agama. Menurut Alissa, terorisme tetap bersumber dari pemahaman agama.
Putri Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu awalnya mengomentari pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait aksi terorisme tidak dapat dikaitkan dengan agama tertentu. Alissa Wahid ternyata memiliki pandangan yg berbeda.
"Jadi saya berbeda pandangan dengan Presiden, walaupun saya menduga bahwa maksudnya Presiden itu tidak melekat cuma pada satu agama. Dia dapat datang dari kelompok agama yg berbeda, & bukan agamanya, tetapi umatnya. Mungkin maksudnya Presiden begitu," mengatakan Alissa dalam tayangan D'Rooftalk: 'Teror Bomber Milenial' di detikcom, Selasa (30/3/2021) malam.
Alissa menilai, kalau dikatakan terorisme tidak ada kaitannya dengan agama akan jadi masalah. Menurutnya, para teroris merasa menjalankan agama versi mereka.
"Tapi kalau kalimatnya adalah terorisme tidak ada kaitannya dengan agama, ini problematik menurut saya, kenapa? Karena kalau kita berpikirnya seperti itu kita tidak dapat merespons persoalan ini dengan lebih konkret. Karena teroris ini dia merasa menjalankan agama tentu dengan versi dia, tafsir dia. Tetapi bahwa di atas nama agama bahwa itu yg dia pilih juga adalah tempat atau korban yg dia pandang sebagai musuh, itu harus diakui, kalau tidak kita dapat addressing di isu, tidak dapat mengelola atau merespons keadaan ini dengan benar," mengatakan Alissa.
Selain itu, Alissa Wahid turut mengomentari mengenai keterkaitan FPI dengan Jamaah Ansharut Daulah (JAD). Menurutnya, keduanya tidak dapat serta-merta dihubungkan.
"Saya setuju yg mengatakan bahwa hati-hati kalau mau mengaitkan FPI dengan JAD. Saya setuju bahwa tidak ada bukti cukup mengatakan bahwa FPI adalah bagian dari JAD atau sebaliknya," jelasnya.
Alissa kemudian berbicara bahwa organisasi yg sarat dengan kekerasan kepada musuh ideologi mereka akan jadi rentan terpengaruh jaringan terorisme. Hal itu dikarenakan, mereka melihat orang yg berbeda dengan ajarannya sebagai musuh.
"Tetapi orang-orang yg dia kemudian masuk di dalam kelompok seperti FPI ini atau teman-teman FPI juga banyak nih yg mengpakai ideologi kekerasan, membolehkan kekerasan ketika dia berada di lingkungan itu & merasa kekerasan itu boleh dilakukan kepada musuh-musuh ideologis. Maka dia jadi sangat rentan untuk dapat direkrut oleh kelompok-kelompok ekstremisme dengan kekerasan kalau pandangannya saja melihat orang lain sebagai musuh. Itu ibarat tanah, tanahnya gembur untuk ditanami, bukan organisasinya bertaut, tetapi ideologi kekerasannya itu yg kemudian menciptakan orang dapat berada di satu organisasi ini. Lalu kemudian dia melepaskan diri dari sini. Lalu kemudian masuk ke yg lebih tinggi," katanya.
Dengan demikian, Alissa berpandangan bahwa anggapan teroris tidak terkait dengan agama tidaklah tepat. Dia mengatakan ajaran agama tersebut yg akhirnya menciptakan mereka bergabung dengan kelompok teror.
"Menurut saya, tidak tepat untuk mengatakan bahwa terorisme itu tidak terkait agama. Itu kita nggak ada merespons yg ini loh tadi, yg ajaran-ajaran yg mempersiapkan orang untuk akhirnya masuk ke kelompok-kelompok teror ini," sebut Alissa.
"Pertama kan dari purifikasi dulu, meyakini bahwa 'agama saya ini, kelompok saya ini yg paling pure, yg paling murni'. Setelah itu superioritas, lalu naik lagi kepada ekstremisme. Superioritas ketika ketemu dengan ekstremisme ini dengan penggunaan kekerasan yg sudah jadi terorisme itu tadi," tambahnya.(detiknews.com)
NB: Semua berita ini diambil dari internet

Online - Koordinator Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid, berpandangan bahwa tidak tepat kalau aksi terorisme disebut tidak berkaitan dengan agama. Menurut Alissa, terorisme tetap bersumber dari pemahaman agama.
Putri Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu awalnya mengomentari pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait aksi terorisme tidak dapat dikaitkan dengan agama tertentu. Alissa Wahid ternyata memiliki pandangan yg berbeda.
"Jadi saya berbeda pandangan dengan Presiden, walaupun saya menduga bahwa maksudnya Presiden itu tidak melekat cuma pada satu agama. Dia dapat datang dari kelompok agama yg berbeda, & bukan agamanya, tetapi umatnya. Mungkin maksudnya Presiden begitu," mengatakan Alissa dalam tayangan D'Rooftalk: 'Teror Bomber Milenial' di detikcom, Selasa (30/3/2021) malam.
Alissa menilai, kalau dikatakan terorisme tidak ada kaitannya dengan agama akan jadi masalah. Menurutnya, para teroris merasa menjalankan agama versi mereka.
"Tapi kalau kalimatnya adalah terorisme tidak ada kaitannya dengan agama, ini problematik menurut saya, kenapa? Karena kalau kita berpikirnya seperti itu kita tidak dapat merespons persoalan ini dengan lebih konkret. Karena teroris ini dia merasa menjalankan agama tentu dengan versi dia, tafsir dia. Tetapi bahwa di atas nama agama bahwa itu yg dia pilih juga adalah tempat atau korban yg dia pandang sebagai musuh, itu harus diakui, kalau tidak kita dapat addressing di isu, tidak dapat mengelola atau merespons keadaan ini dengan benar," mengatakan Alissa.
Selain itu, Alissa Wahid turut mengomentari mengenai keterkaitan FPI dengan Jamaah Ansharut Daulah (JAD). Menurutnya, keduanya tidak dapat serta-merta dihubungkan.
"Saya setuju yg mengatakan bahwa hati-hati kalau mau mengaitkan FPI dengan JAD. Saya setuju bahwa tidak ada bukti cukup mengatakan bahwa FPI adalah bagian dari JAD atau sebaliknya," jelasnya.
Alissa kemudian berbicara bahwa organisasi yg sarat dengan kekerasan kepada musuh ideologi mereka akan jadi rentan terpengaruh jaringan terorisme. Hal itu dikarenakan, mereka melihat orang yg berbeda dengan ajarannya sebagai musuh.
"Tetapi orang-orang yg dia kemudian masuk di dalam kelompok seperti FPI ini atau teman-teman FPI juga banyak nih yg mengpakai ideologi kekerasan, membolehkan kekerasan ketika dia berada di lingkungan itu & merasa kekerasan itu boleh dilakukan kepada musuh-musuh ideologis. Maka dia jadi sangat rentan untuk dapat direkrut oleh kelompok-kelompok ekstremisme dengan kekerasan kalau pandangannya saja melihat orang lain sebagai musuh. Itu ibarat tanah, tanahnya gembur untuk ditanami, bukan organisasinya bertaut, tetapi ideologi kekerasannya itu yg kemudian menciptakan orang dapat berada di satu organisasi ini. Lalu kemudian dia melepaskan diri dari sini. Lalu kemudian masuk ke yg lebih tinggi," katanya.
Dengan demikian, Alissa berpandangan bahwa anggapan teroris tidak terkait dengan agama tidaklah tepat. Dia mengatakan ajaran agama tersebut yg akhirnya menciptakan mereka bergabung dengan kelompok teror.
"Menurut saya, tidak tepat untuk mengatakan bahwa terorisme itu tidak terkait agama. Itu kita nggak ada merespons yg ini loh tadi, yg ajaran-ajaran yg mempersiapkan orang untuk akhirnya masuk ke kelompok-kelompok teror ini," sebut Alissa.
"Pertama kan dari purifikasi dulu, meyakini bahwa 'agama saya ini, kelompok saya ini yg paling pure, yg paling murni'. Setelah itu superioritas, lalu naik lagi kepada ekstremisme. Superioritas ketika ketemu dengan ekstremisme ini dengan penggunaan kekerasan yg sudah jadi terorisme itu tadi," tambahnya.(detiknews.com)
NB: Semua berita ini diambil dari internet