Cerita Warga Penolak Bendungan di Purworejo Saat Bentrok dengan Aparat merupakan berita Hangat N3 di 2020.
Online - Unjuk rasa penolakan penambangan batu andesit untuk proyek bendungan di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, berujung ricuh, Jumat (23/4/2021).
Aksi saling dorong antara warga dengan aparat tidak terelakkan hingga beberapa orang di antaranya terluka.
Salah satunya, Slamet (37) warga Desa Wadas yg mengaku sempat ditendang & dipukul.
Ia juga dilempar ke kendaraan polisi bersama beberapa warga lainnya lalu dibawa ke kantor polisi.
Saat itu ia mendengar ada yg berteriak "tangkap" tidak lama setelah ia meminta polisi supaya tidak bicara kasar kepada warga.
"Saya bilang ke polisi kalau bicara jangan kasar-kasar sama warga. Tapi ada yg bilang 'tangkap'. Kemudian saya ditangkap & dilempar ke mobil," mengatakan Slamet, dihubungi Sabtu (24/5/2021) malam.
Di kantor polisi, Slamet & beberapa warga diinterogasi terkait keterlibatannya dalam unjuk rasa tersebut.
"Kami dibawa ke Polres (Purworejo). Di sana kami diinterogasi soal keterlibatan dalam unjuk rasa. Di Polres sudah tidak ada pemukulan lagi," ujar Slamet.
Walau begitu Slamet masih merasakan sakit di leher & ada bekas memar. Tapi ia tidak ingat sakit itu akibat pukulan atau tendangan pada saat unjuk rasa.
Slamet menceritakan, warga berunjuk rasa karena menolak penambangan batu andesit di lahan warga.
Lahan itu selanjutkan akan dibangun bendungan. Penambangan itu dinilai merusak lingkungan & mematikan mata pencaharian warga.
Pengunjuk rasa yg mayoritas ibu-ibu "Wadon Wadas" itu awalnya berlangsung damai. Mereka cuma duduk-duduk sambil membaca sholawat.
"Tapi saat itu, polisi memaksa masuk mendorong para ibu yg ada di depan. Mereka (polisi) yg mulai duluan menembakkan gas air mata," mengatakan Slamet.
Usai diinterogasi, Slamet & 11 warga lainnya dibebaskan polisi. Mereka mendapatkan pendampingan hukum dari LBH Yogyakarta. Menurut Slamet warga tetap menolak proyek itu.
"Sikap warga tetap menolak," tegas Slamet.
Sesuai Protap
Sementara itu, Kapolres Purworejo AKBP Rizal Marito menyatakan pihaknya sudah menerapkan prosedur & proporsional dalam penggunaan kekuatan hingga tahap pembubaran masa.
Sebab saat itu sudah mulai aksi-aksi provokasi & anarkis dengan menyerang petugas dengan memukul mengpakai tangan kosong, kayu & lemparan batu.
Menurutnya, bentrok tak dapat dielakkan, warga melempari petugas dengan batu, petugas membalas dengan tembakan gas air mata.
Sejumlah orang yg terindikasi sebagai provokator diamankan & dibawa oleh polisi.
Ia menduga ada oknum yg menyusup aksi warga sehingga terjadi kericuhan tersebut.
Rizal melanjutkan, kejadian itu bermula ketika ia menerima laporan masyarakat terkait penutupan akses jalan Kabupaten, di Desa Wadas, Kecamatan Bener.
Polres Purworejo dibantu personil Brimob & Kodim 0708 Purworejo mengerjakan upaya-upaya preemtif di lokasi.
“Kami mendapat laporan kalau terjadi penutupan jalan di Desa Wadas, maka kami bersama petugas kepolisian dibantu Brimob Kutoarjo & anggota Kodim 0708 datang kelokasi untuk membuka jalan itu,” jelas Rizal.
Aparat sudah mengimbau warga supaya tidak memblokir jalan karena jalan merupakan fasilitas biasa yg dipakai oleh masyarakat umum.
Pengunjuk rasa adalah warga yg menolak tanah Desa Wadas untuk proyek pembangunan Bendungan Bener.
Jalan ditutup mengpakai batang pohon, tiang listrik, hingga bebatuan yg disebar di jalan.
Pihaknya mengaku sudah mengimbau warga & mengajak dialog dengan dibantu LBH yg ada tetapi tidak diindahkan.
"Imbauan dilakukan berulang kali & ajakan untuk berdialog dengan LBH yg ada, namun tidak ditanggapi. Ketika petugas hendak membersihkan material pohon & ranting serta batu yg melintang & menghadang di jalan raya warga tidak terima," terang Rizal.
“Ini jalan kabupaten, tidak boleh kelompok masyarakat tertentu kemudian menguasainya & melarang orang lain untuk melintas. Ini sama saja dengan mengganggu ketertiban biasa sehingga harus ditertibkan,” tegas Rizal.
Seperti diketahui, pada Jumat (23/4/2021), sekitar pukul 11.30 terjadi bentrokan antara antara pengunjuk rasa & aparat.
Pengunjuk rasa menolak proyek pembangunan bendungan Bener.
Melansir tanahkita.id, proyek ini adalah salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) yg sudah di tetapkan melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2018 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
Berdasarkan surat keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 590/41/2018, Desa Wadas di Kecamatan Bener adalah letak yg akan dibebaskan lahannya & dijadikan letak pengambilan bahan material berupa batuan andesit untuk tujuan pembangunan Bendungan Bener.
Berdasarkan amdal proyek bendungan bener, lahan yg akan dieksploitasi untuk letak quarry (bahan material) seluas 145 hektar & 8,64 hektarnya untuk jalan akses pengambilan material.
Penambangan akan dilakukan mengpakai metode blasting (peledak) yg diperkirakan menghabiskan 5.300 ton dinamit.
Warga menolak penambangan karena mengancam keberadaan 27 sumber mata air di Desa Wadas yg berarti juga berpotensi merusak lahan pertanian warga.(kompas.com)
NB: Semua berita ini diambil dari internet

Online - Unjuk rasa penolakan penambangan batu andesit untuk proyek bendungan di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, berujung ricuh, Jumat (23/4/2021).
Aksi saling dorong antara warga dengan aparat tidak terelakkan hingga beberapa orang di antaranya terluka.
Salah satunya, Slamet (37) warga Desa Wadas yg mengaku sempat ditendang & dipukul.
Ia juga dilempar ke kendaraan polisi bersama beberapa warga lainnya lalu dibawa ke kantor polisi.
Saat itu ia mendengar ada yg berteriak "tangkap" tidak lama setelah ia meminta polisi supaya tidak bicara kasar kepada warga.
"Saya bilang ke polisi kalau bicara jangan kasar-kasar sama warga. Tapi ada yg bilang 'tangkap'. Kemudian saya ditangkap & dilempar ke mobil," mengatakan Slamet, dihubungi Sabtu (24/5/2021) malam.
Di kantor polisi, Slamet & beberapa warga diinterogasi terkait keterlibatannya dalam unjuk rasa tersebut.
"Kami dibawa ke Polres (Purworejo). Di sana kami diinterogasi soal keterlibatan dalam unjuk rasa. Di Polres sudah tidak ada pemukulan lagi," ujar Slamet.
Walau begitu Slamet masih merasakan sakit di leher & ada bekas memar. Tapi ia tidak ingat sakit itu akibat pukulan atau tendangan pada saat unjuk rasa.
Slamet menceritakan, warga berunjuk rasa karena menolak penambangan batu andesit di lahan warga.
Lahan itu selanjutkan akan dibangun bendungan. Penambangan itu dinilai merusak lingkungan & mematikan mata pencaharian warga.
Pengunjuk rasa yg mayoritas ibu-ibu "Wadon Wadas" itu awalnya berlangsung damai. Mereka cuma duduk-duduk sambil membaca sholawat.
"Tapi saat itu, polisi memaksa masuk mendorong para ibu yg ada di depan. Mereka (polisi) yg mulai duluan menembakkan gas air mata," mengatakan Slamet.
Usai diinterogasi, Slamet & 11 warga lainnya dibebaskan polisi. Mereka mendapatkan pendampingan hukum dari LBH Yogyakarta. Menurut Slamet warga tetap menolak proyek itu.
"Sikap warga tetap menolak," tegas Slamet.
Sesuai Protap
Sementara itu, Kapolres Purworejo AKBP Rizal Marito menyatakan pihaknya sudah menerapkan prosedur & proporsional dalam penggunaan kekuatan hingga tahap pembubaran masa.
Sebab saat itu sudah mulai aksi-aksi provokasi & anarkis dengan menyerang petugas dengan memukul mengpakai tangan kosong, kayu & lemparan batu.
Menurutnya, bentrok tak dapat dielakkan, warga melempari petugas dengan batu, petugas membalas dengan tembakan gas air mata.
Sejumlah orang yg terindikasi sebagai provokator diamankan & dibawa oleh polisi.
Ia menduga ada oknum yg menyusup aksi warga sehingga terjadi kericuhan tersebut.
Rizal melanjutkan, kejadian itu bermula ketika ia menerima laporan masyarakat terkait penutupan akses jalan Kabupaten, di Desa Wadas, Kecamatan Bener.
Polres Purworejo dibantu personil Brimob & Kodim 0708 Purworejo mengerjakan upaya-upaya preemtif di lokasi.
“Kami mendapat laporan kalau terjadi penutupan jalan di Desa Wadas, maka kami bersama petugas kepolisian dibantu Brimob Kutoarjo & anggota Kodim 0708 datang kelokasi untuk membuka jalan itu,” jelas Rizal.
Aparat sudah mengimbau warga supaya tidak memblokir jalan karena jalan merupakan fasilitas biasa yg dipakai oleh masyarakat umum.
Pengunjuk rasa adalah warga yg menolak tanah Desa Wadas untuk proyek pembangunan Bendungan Bener.
Jalan ditutup mengpakai batang pohon, tiang listrik, hingga bebatuan yg disebar di jalan.
Pihaknya mengaku sudah mengimbau warga & mengajak dialog dengan dibantu LBH yg ada tetapi tidak diindahkan.
"Imbauan dilakukan berulang kali & ajakan untuk berdialog dengan LBH yg ada, namun tidak ditanggapi. Ketika petugas hendak membersihkan material pohon & ranting serta batu yg melintang & menghadang di jalan raya warga tidak terima," terang Rizal.
“Ini jalan kabupaten, tidak boleh kelompok masyarakat tertentu kemudian menguasainya & melarang orang lain untuk melintas. Ini sama saja dengan mengganggu ketertiban biasa sehingga harus ditertibkan,” tegas Rizal.
Seperti diketahui, pada Jumat (23/4/2021), sekitar pukul 11.30 terjadi bentrokan antara antara pengunjuk rasa & aparat.
Pengunjuk rasa menolak proyek pembangunan bendungan Bener.
Melansir tanahkita.id, proyek ini adalah salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) yg sudah di tetapkan melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2018 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
Berdasarkan surat keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 590/41/2018, Desa Wadas di Kecamatan Bener adalah letak yg akan dibebaskan lahannya & dijadikan letak pengambilan bahan material berupa batuan andesit untuk tujuan pembangunan Bendungan Bener.
Berdasarkan amdal proyek bendungan bener, lahan yg akan dieksploitasi untuk letak quarry (bahan material) seluas 145 hektar & 8,64 hektarnya untuk jalan akses pengambilan material.
Penambangan akan dilakukan mengpakai metode blasting (peledak) yg diperkirakan menghabiskan 5.300 ton dinamit.
Warga menolak penambangan karena mengancam keberadaan 27 sumber mata air di Desa Wadas yg berarti juga berpotensi merusak lahan pertanian warga.(kompas.com)
NB: Semua berita ini diambil dari internet