28/01/2015
Saat pertama diumumkan, Oculus Rift nampak hanya akan menjadi sebuah perusahaan yg berkecimpung di industri video game saja. Tapi melihat bagaimana tidak banyak perusahaan Virtual Reality (VR) yg bisa semaju Oculus, bahkan sampai bisa menarik Facebook untuk membelinya lebih dari Rp 22 Triliun, tidak mengherankan kalau Oculus juga mulai merambah bidang lain selain video game.
Kali ini diumumkan bahwa Oculus telah menyiapkan divisi khusus yg diberi nama Oculus Story Studio yg akan berkonsentrasi di bidang perfilman. Beberapa film telah masuk masa pengembangan & dimotori oleh tim kecil dengan beberapa pengalaman di studio seperti Pixar, Industrial Light & Magic, serta beberapa developer game dengan pengalaman membuat game sinematik. Sejauh ini judul yg sudah dikonfirmasi adalah Lost yg akan ditayangkan secara perdana di ajang film internasional, Sundance Film Festival 2015. Selain Lost ada juga film lain seperti Dear Angelica, Bullfighter, Henry, & lain-lain yg belum memiliki informasi lebih lanjut.
Ini jelas sangat menarik. Dengan terjunnya Oculus ke industri perfilman, cara kita bisa menikmati film akan berkembang dengan sangat jauh. Hal ini mengingatkan saya akan pentas teater berjudul Sleep No More di Amerika Serikat di mana para penontonnya tidak duduk di kursi tapi boleh berdiri bebas di atas panggung sehingga perspektif mereka terasa jauh berbeda dibandingkan menonton biasa.
Sebetulnya konsep ini bisa dibilang cukup mirip dengan kebanyakan demo dari Oculus Rift yg tersedia sekarang. Para pengguna alat VR ini bisa duduk manis sambil mengecek apa yg terjadi di sekelilingnya. Contohnya seperti demo DreadEye buatan Digital Happiness yg juga mengembangkan DreadOut.
Cek juga impresi kami akan mesin VR yg bisa menjadi pesain utama Oculus Rift, Project Morpheus
Kita lihat saja nantinya bagaimana usaha Oculus untuk membuat gebrakan di media selain game ini. Apakah mereka akan mendapatkan kesuksesan seperti dengan video game, / cara menonton film tradisional tetap tidak akan kalah dengan menonton menggunakan VR. Hanya waktu yg bisa menjawabnya.
Sumber: Engadget
Dikutip dari sini
Saat pertama diumumkan, Oculus Rift nampak hanya akan menjadi sebuah perusahaan yg berkecimpung di industri video game saja. Tapi melihat bagaimana tidak banyak perusahaan Virtual Reality (VR) yg bisa semaju Oculus, bahkan sampai bisa menarik Facebook untuk membelinya lebih dari Rp 22 Triliun, tidak mengherankan kalau Oculus juga mulai merambah bidang lain selain video game.
Kali ini diumumkan bahwa Oculus telah menyiapkan divisi khusus yg diberi nama Oculus Story Studio yg akan berkonsentrasi di bidang perfilman. Beberapa film telah masuk masa pengembangan & dimotori oleh tim kecil dengan beberapa pengalaman di studio seperti Pixar, Industrial Light & Magic, serta beberapa developer game dengan pengalaman membuat game sinematik. Sejauh ini judul yg sudah dikonfirmasi adalah Lost yg akan ditayangkan secara perdana di ajang film internasional, Sundance Film Festival 2015. Selain Lost ada juga film lain seperti Dear Angelica, Bullfighter, Henry, & lain-lain yg belum memiliki informasi lebih lanjut.
Ini jelas sangat menarik. Dengan terjunnya Oculus ke industri perfilman, cara kita bisa menikmati film akan berkembang dengan sangat jauh. Hal ini mengingatkan saya akan pentas teater berjudul Sleep No More di Amerika Serikat di mana para penontonnya tidak duduk di kursi tapi boleh berdiri bebas di atas panggung sehingga perspektif mereka terasa jauh berbeda dibandingkan menonton biasa.
Sebetulnya konsep ini bisa dibilang cukup mirip dengan kebanyakan demo dari Oculus Rift yg tersedia sekarang. Para pengguna alat VR ini bisa duduk manis sambil mengecek apa yg terjadi di sekelilingnya. Contohnya seperti demo DreadEye buatan Digital Happiness yg juga mengembangkan DreadOut.
Cek juga impresi kami akan mesin VR yg bisa menjadi pesain utama Oculus Rift, Project Morpheus
Kita lihat saja nantinya bagaimana usaha Oculus untuk membuat gebrakan di media selain game ini. Apakah mereka akan mendapatkan kesuksesan seperti dengan video game, / cara menonton film tradisional tetap tidak akan kalah dengan menonton menggunakan VR. Hanya waktu yg bisa menjawabnya.
Sumber: Engadget
Dikutip dari sini