Penasaran Dengan Mafia Alutsista Berinisial M, DPR Segera Panggil Menhan Prabowo-Panglima Hadi Tjahjanto merupakan berita Hangat N3 di 2020.
Online - Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI berencana memanggil Menteri Pertahanan (Menhan), Prabowo Subianto, Panglima TNI, Marsekal Hadi Tjahjanto & masing-masing kepala staf tiga matra untuk rapat dengar pendapat untuk membahas tentang alat utama sistem pertahanan (alutsista).
Tak cuma terkait alutsista, Anggota Komisi I DPR Fraksi Partai Golkar, Christina Aryani mengatakan, akan ada banyak hal yg dibahas seputar khususnya yg berkaitan dengan tragedi memilukan, tenggelamnya Kapal Republik Indonesia (KRI) Nanggala-402.
Menurut Christina Aryani, rapat dengar pendapat tersebut sekaligus juga membahas dugaan adanya keterlibatan mafia alutista berinisial M.
Meski diakui Christina Aryani dirinya belum pernah mendengar tentang sosok mafia tersebut, akbar kemungkinan hal itu juga akan jadi pokok bahasan dalam RDP ke depan.
“Saya belum mendengar. Nanti akan kami tanyakan di raker kebenarannya,” mengatakan Christina Aryani saat dihubungi, Senin (26/04/2021).
Sebelumnya dalam sebuah diskusi daring pada Minggu (25/04/2021), Anggota Komisi I Fraksi Nasdem Muhammad Farhan juga mengaku tidak pernah mendengar terkait mafia yg dimaksud.
“Kalau dari hasil dokumen panja memang tidak ada satupun mengatakan mafia di dalamnya,” ujar Farhan.
Keberadaan Mafia Menambah Persoalan
Pengamat militer Connie Rahakundini Bakrie sebelumnya mengungkapkan ada mafia dalam pengadaan alat utama sistem pertahanan (alutsista) TNI. Keberadaan mafia itu pula yg menambah persoalan sistem pertahanan di Indonesia.
Meski tidak menyebutkan secara detail, Connie sempat menyebut inisial M sebagai salah seorang mafia yg dimaksud.
“Mister M, (sebut) Mister M saja,” mengatakan Connie dalam diskusi daring pada Minggu (25/04/2021).
Nama mister M yg disebut sebagai mafia alutista TNI itu mencuat bersamaan dengan tragedi tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala 402 di perairan utara Bali. Dalam insiden itu 53 kru kapal selam dinyatakan gugur.
Awalnya, Connie bercerita tentang kerja sama antara Korea Selatan dengan Indonesia terkait pembuat pesawat tempur. Kerja sama itu berbalut Korean Fighter Xperiment (KFX) & Indonesia Fighter Xperiment (IFX). Namun belakangan diketahui KFX-IFX terancam gagal.
Dari pernyataannya, Connie sebenarnya sudah tidak terlalu kaget apabila kerja sama itu menemui jalan buntu. Pasalnya sejak awal ia mengaku sudah menentang proyek itu. “Mundur dari tahun 2009, ada dokumen gak dapat bohong. Saya menentang ini, gak masuk akal saya,” ujar Connie.
Menjadi pertanyaan di benak Connie, yakni bagaimana mungkin membangun sebuah kerja sama pesawat tempur yg hasil baru selesai 18 tahun kemudian. Apalagi Indonesia cuma memiliki hak 20 persen atas teknologi dari kerja sama dengan Korsel.
Hal itu yg jadi dasar Connie mengatakan kerja sama bertajuk KFX-IFX tidak masuk akal. Ia berujar pembatalan kerja sama itu cuma akan menciptakan Indonesia lebih rugi. Namun di sisi lain, jikapun diteruskan hingga selesai, tidak menutup kemungkinan Indonesia bakal jauh lebih merugi.
“Kalaupun kita teruskan saya kasih tahu saja, saat kita sudah punya itu jadi, orang sudah hingga generasi 7 kali pesawat tempurnya,” ujar Connie.
Karena itu Connie mengusulkan supaya ada audit kepada proyek KFX-IFX, dimulai dari siapa sebenarnya yg memutuskan kerja sama dua negara itu dijalankan.
Tetapi, audit tidak cuma berhenti sebatas hal tersebut. Connie berpandangan audit juga akan berujung kepada audit kepada Komite Kebijakan Industri Pertahanan.
“Akhirnya dengan segala hormat mengaudit KKIP, Komite Kebijakan Industri Pertahanan. Berani gak sekarang pada audit KKIP? Tahu kah KKIP siapa saja di situ?” mengatakan Connie.
Pada akhirnya, Connie mengatakan apabila memang Indonesia harap benar-benar membereskan alutsista demi kepentingan bangsa khususnya sistem pertahanan TNI, sekaligus menyesuaikam dengan peta jalan atau roadmap yg ada, maka mafia-mafia sudah semestinya disingkirkan.
“Tapi sekali lagi pemain-pemain yg gak perlu itu out,” pungkasnya. (bizlaw.co.id)
NB: Semua berita ini diambil dari internet

Online - Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI berencana memanggil Menteri Pertahanan (Menhan), Prabowo Subianto, Panglima TNI, Marsekal Hadi Tjahjanto & masing-masing kepala staf tiga matra untuk rapat dengar pendapat untuk membahas tentang alat utama sistem pertahanan (alutsista).
Tak cuma terkait alutsista, Anggota Komisi I DPR Fraksi Partai Golkar, Christina Aryani mengatakan, akan ada banyak hal yg dibahas seputar khususnya yg berkaitan dengan tragedi memilukan, tenggelamnya Kapal Republik Indonesia (KRI) Nanggala-402.
Menurut Christina Aryani, rapat dengar pendapat tersebut sekaligus juga membahas dugaan adanya keterlibatan mafia alutista berinisial M.
Meski diakui Christina Aryani dirinya belum pernah mendengar tentang sosok mafia tersebut, akbar kemungkinan hal itu juga akan jadi pokok bahasan dalam RDP ke depan.
“Saya belum mendengar. Nanti akan kami tanyakan di raker kebenarannya,” mengatakan Christina Aryani saat dihubungi, Senin (26/04/2021).
Sebelumnya dalam sebuah diskusi daring pada Minggu (25/04/2021), Anggota Komisi I Fraksi Nasdem Muhammad Farhan juga mengaku tidak pernah mendengar terkait mafia yg dimaksud.
“Kalau dari hasil dokumen panja memang tidak ada satupun mengatakan mafia di dalamnya,” ujar Farhan.
Keberadaan Mafia Menambah Persoalan
Pengamat militer Connie Rahakundini Bakrie sebelumnya mengungkapkan ada mafia dalam pengadaan alat utama sistem pertahanan (alutsista) TNI. Keberadaan mafia itu pula yg menambah persoalan sistem pertahanan di Indonesia.
Meski tidak menyebutkan secara detail, Connie sempat menyebut inisial M sebagai salah seorang mafia yg dimaksud.
“Mister M, (sebut) Mister M saja,” mengatakan Connie dalam diskusi daring pada Minggu (25/04/2021).
Nama mister M yg disebut sebagai mafia alutista TNI itu mencuat bersamaan dengan tragedi tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala 402 di perairan utara Bali. Dalam insiden itu 53 kru kapal selam dinyatakan gugur.
Awalnya, Connie bercerita tentang kerja sama antara Korea Selatan dengan Indonesia terkait pembuat pesawat tempur. Kerja sama itu berbalut Korean Fighter Xperiment (KFX) & Indonesia Fighter Xperiment (IFX). Namun belakangan diketahui KFX-IFX terancam gagal.
Dari pernyataannya, Connie sebenarnya sudah tidak terlalu kaget apabila kerja sama itu menemui jalan buntu. Pasalnya sejak awal ia mengaku sudah menentang proyek itu. “Mundur dari tahun 2009, ada dokumen gak dapat bohong. Saya menentang ini, gak masuk akal saya,” ujar Connie.
Menjadi pertanyaan di benak Connie, yakni bagaimana mungkin membangun sebuah kerja sama pesawat tempur yg hasil baru selesai 18 tahun kemudian. Apalagi Indonesia cuma memiliki hak 20 persen atas teknologi dari kerja sama dengan Korsel.
Hal itu yg jadi dasar Connie mengatakan kerja sama bertajuk KFX-IFX tidak masuk akal. Ia berujar pembatalan kerja sama itu cuma akan menciptakan Indonesia lebih rugi. Namun di sisi lain, jikapun diteruskan hingga selesai, tidak menutup kemungkinan Indonesia bakal jauh lebih merugi.
“Kalaupun kita teruskan saya kasih tahu saja, saat kita sudah punya itu jadi, orang sudah hingga generasi 7 kali pesawat tempurnya,” ujar Connie.
Karena itu Connie mengusulkan supaya ada audit kepada proyek KFX-IFX, dimulai dari siapa sebenarnya yg memutuskan kerja sama dua negara itu dijalankan.
Tetapi, audit tidak cuma berhenti sebatas hal tersebut. Connie berpandangan audit juga akan berujung kepada audit kepada Komite Kebijakan Industri Pertahanan.
“Akhirnya dengan segala hormat mengaudit KKIP, Komite Kebijakan Industri Pertahanan. Berani gak sekarang pada audit KKIP? Tahu kah KKIP siapa saja di situ?” mengatakan Connie.
Pada akhirnya, Connie mengatakan apabila memang Indonesia harap benar-benar membereskan alutsista demi kepentingan bangsa khususnya sistem pertahanan TNI, sekaligus menyesuaikam dengan peta jalan atau roadmap yg ada, maka mafia-mafia sudah semestinya disingkirkan.
“Tapi sekali lagi pemain-pemain yg gak perlu itu out,” pungkasnya. (bizlaw.co.id)
NB: Semua berita ini diambil dari internet