Telepon Angin, Cara Warga Jepang "Berbicara" dengan Keluarga yg Meninggal Dunia merupakan berita Hangat N3 di 2020.
Online - Di sebuah taman yg terletak di atas bukit, bilik telepon putih berkilau di bawah sinar mentari awal musim semi.
Dalam bilik itu, Kazuyoshi Sasaki dengan hati-hati memencet nomor ponsel mendiang istrinya, Miwako, melalui telepon angin.
Sasaki menjelaskan, bagaimana ia mencari istrinya setelah gempa bumi dahsyat satu dekade lalu, dengan mengunjungi pusat evakuasi & kamar mayat sementara.
"Itu semua terjadi dalam sekejap, saya tidak dapat melupakannya bahkan sekarang. Aku mengirimimu pesan yg memberitahumu di mana saya berada, tetapi anda tidak memeriksanya" mengatakan Sasaki sambil menangis, dikutip dari Reuters, 5 Maret 2021.
"Ketika saya kembali ke rumah & melihat ke langit, ada ribuan bintang, itu seperti melihat kotak permata. Aku menangis & menangis & tahu bahwa begitu banyak orang pasti sudah meninggal," lanjut dia.
Istri Sasaki adalah satu dari hampir 20.000 orang di timur laut Jepang yg tewas akibat bencana yg melanda 11 Maret 2011.
Banyak penyintas menyebutkan, saluran telepon yg tak terhubung di Kota Otsuchi itu menolong mereka tetap berhubungan dengan orang yg mereka sayangi.
Telepon angin itu memberi mereka penghiburan saat mereka bergumul dengan kesedihan.
Kesepian
Satu hari sebelum Sasaki, warga lain bernama Sachiko Okawa juga menelepon Toichiro, mendiang suaminya yg dinikahinya selama 44 tahun.
"Aku kesepian. Sampai jumpa, saya akan segera kembali," mengatakan dia dengan suara serak & meminta Toichiro menjaga keluarga mereka.
Okawa mengatakan, ia terkadang merasa dapat mendengar suar Toichiro di ujung telepon.
"Itu menciptakanku merasa sedikit lebih baik," jelas dia.
Wanita berusia 76 tahun itu sering membawa kedua cucunya ke bilik telepon supaya dapat berbicara engan kakek mereka.
"Kakek, ini sudah 10 tahun & saya akan segera masuk sekolah menengah," mengatakan Diana, cucu Okawa berusia 12 tahun.
"Ada virus baru yg membunuh banyak orang & itulah alasan mengapa kami memakai masker, tetapi kami semua baik-baik saja," mengatakan dia.
Baca juga: Gempa Magnitudo 7,2 Guncang Jepang, Ada Peringatan Tsunami
Telepon angin
Bilik telepon dibangun oleh Itaru Sasaki beberapa bulan sebelum bencana, setelah ia kehilangan sepupunya karena kanker.
"Ada banyak orang yg tidak dapat mengucapkan selamat tinggal. Ada keluarga yg berharap mereka dapat mengatakan sesuatu, seandainya mereka tahu mereka tidak akan berbicara lagi," mengatakan Itaru.
Bilik telepon itu kini menarik ribuan pengunjung dari seluruh Jepang.
Tak cuma dipakai oleh para penyintas tsunami, telepon itu juga dipakai oleh orang-orang yg kehilangan sanak saudara karena sakit & bunuh diri.
Alasan dijuluki sebagai telepon angin adalah adanya film baru-baru ini yg terinspirasi dari bilik telepon buatan Itaru tersebut.
Beberapa bulan lalu, Itaru mengaku didekati oleh penyelenggara yg harap memasang telepon serupa di Inggris & Polandia & memungkinkan orang menelepon kerabat mereka yg hilang dalam pandemi virus corona.
"Layaknya bencana, pandemi datang tiba-tiba & ketika kematian mendadak, kesedihan yg dialami sebuah keluarga juga jauh lebih besar," mengatakan dia.(kompas.com)
NB: Semua berita ini diambil dari internet

Online - Di sebuah taman yg terletak di atas bukit, bilik telepon putih berkilau di bawah sinar mentari awal musim semi.
Dalam bilik itu, Kazuyoshi Sasaki dengan hati-hati memencet nomor ponsel mendiang istrinya, Miwako, melalui telepon angin.
Sasaki menjelaskan, bagaimana ia mencari istrinya setelah gempa bumi dahsyat satu dekade lalu, dengan mengunjungi pusat evakuasi & kamar mayat sementara.
"Itu semua terjadi dalam sekejap, saya tidak dapat melupakannya bahkan sekarang. Aku mengirimimu pesan yg memberitahumu di mana saya berada, tetapi anda tidak memeriksanya" mengatakan Sasaki sambil menangis, dikutip dari Reuters, 5 Maret 2021.
"Ketika saya kembali ke rumah & melihat ke langit, ada ribuan bintang, itu seperti melihat kotak permata. Aku menangis & menangis & tahu bahwa begitu banyak orang pasti sudah meninggal," lanjut dia.
Istri Sasaki adalah satu dari hampir 20.000 orang di timur laut Jepang yg tewas akibat bencana yg melanda 11 Maret 2011.
Banyak penyintas menyebutkan, saluran telepon yg tak terhubung di Kota Otsuchi itu menolong mereka tetap berhubungan dengan orang yg mereka sayangi.
Telepon angin itu memberi mereka penghiburan saat mereka bergumul dengan kesedihan.
Kesepian
Satu hari sebelum Sasaki, warga lain bernama Sachiko Okawa juga menelepon Toichiro, mendiang suaminya yg dinikahinya selama 44 tahun.
"Aku kesepian. Sampai jumpa, saya akan segera kembali," mengatakan dia dengan suara serak & meminta Toichiro menjaga keluarga mereka.
Okawa mengatakan, ia terkadang merasa dapat mendengar suar Toichiro di ujung telepon.
"Itu menciptakanku merasa sedikit lebih baik," jelas dia.
Wanita berusia 76 tahun itu sering membawa kedua cucunya ke bilik telepon supaya dapat berbicara engan kakek mereka.
"Kakek, ini sudah 10 tahun & saya akan segera masuk sekolah menengah," mengatakan Diana, cucu Okawa berusia 12 tahun.
"Ada virus baru yg membunuh banyak orang & itulah alasan mengapa kami memakai masker, tetapi kami semua baik-baik saja," mengatakan dia.
Baca juga: Gempa Magnitudo 7,2 Guncang Jepang, Ada Peringatan Tsunami
Telepon angin
Bilik telepon dibangun oleh Itaru Sasaki beberapa bulan sebelum bencana, setelah ia kehilangan sepupunya karena kanker.
"Ada banyak orang yg tidak dapat mengucapkan selamat tinggal. Ada keluarga yg berharap mereka dapat mengatakan sesuatu, seandainya mereka tahu mereka tidak akan berbicara lagi," mengatakan Itaru.
Bilik telepon itu kini menarik ribuan pengunjung dari seluruh Jepang.
Tak cuma dipakai oleh para penyintas tsunami, telepon itu juga dipakai oleh orang-orang yg kehilangan sanak saudara karena sakit & bunuh diri.
Alasan dijuluki sebagai telepon angin adalah adanya film baru-baru ini yg terinspirasi dari bilik telepon buatan Itaru tersebut.
Beberapa bulan lalu, Itaru mengaku didekati oleh penyelenggara yg harap memasang telepon serupa di Inggris & Polandia & memungkinkan orang menelepon kerabat mereka yg hilang dalam pandemi virus corona.
"Layaknya bencana, pandemi datang tiba-tiba & ketika kematian mendadak, kesedihan yg dialami sebuah keluarga juga jauh lebih besar," mengatakan dia.(kompas.com)
NB: Semua berita ini diambil dari internet