Wacana redenominasi mata uang yang digulirkan oleh Bank Indonesia sejak tiga tahun lalu, kembali menguat setelah pada bulan ini pemerintah dan bank sentral memutuskan untuk melakukan sosialisasi mengenai kebijakan ini.
Aturan hukum untuk penyederhanaan nilai mata uang dikabarkan telah disampaikan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Redenominasi adalah penyederhanaan kembali pecahan mata uang yang berlaku di suatu negara, misalnya Rp 1.000 akan disederhanakan menjadi Rp 1 dengan makna dan nilai yang tidak berubah. Redenominasi tidak sama dengan Sanering.
Sanering adalah pemotongan nilai mata uang. Sanering sama saja memotong daya beli masyarakat karena tingginya tingkat inflasi yang terjadi di suatu negara.
Dari sisi tujuannya pun berbeda. Redenominasi bertujuan agar mata uang lebih efisien dalam transaksi dan pencatatan administrasi. Sementara sanering bertujuan mengurangi jumlah uang yang beredar karena inflasi yang sangat tinggi.
Pemerintah dan Bank Indonesia sudah menyusun tahapan-tahapan dalam proses redenominasi. Butuh waktu lama untuk bisa menerapkan ini. Di beberapa negara berhasil, tapi ada pula yang gagal menerapkan ini.
Terlepas dari itu, setidaknya ada lima fakta unik dari redenominasi. Berikut paparannya.
1. 1 sen jadi nilai terendah
Bank Indonesia nantinya akan menerbitkan mata uang bagi hasil redenominasi. Nantinya akan diberlakukan kembali satuan sen dalam nilai rupiah, sebagai nilai terendah.
Sen, dalam pengertian keuangan, merupakan ukuran moneter yang setara dengan 1/100 dari satuan moneter dasar, dan juga setara dengan koin senilai 1 sen.
BI akan mencetak Rp 100 untuk menggantikan Rp 100.000, Rp 50 baru untuk menggantikan Rp 50.000, Rp 20 untuk Rp 20.000, Rp 10 untuk Rp 10.000, Rp 5 untuk Rp 5.000, Rp 2 untuk Rp 2.000, Rp 1 berbentuk logam untuk Rp 1.000.Â
Kemudian akan ada pula mata uang sen seperti dahulu. Rp 50 sen untuk menggantikan Rp 500, Rp 20 sen untuk Rp 200, Rp 10 sen untuk Rp 100, dan Rp 1 sen untuk Rp 10.
2. Dua harga dalam satu produk
Pada masa transisi, semua produk diwajibkan menyertakan dua harga untuk produk yang dijual. Pedagang, toko, ritel, diwajibkan membanderol produknya dengan dua nominal mata uang yakni mata uang rupiah saat ini dan mata uang rupiah hasil redenominasi.
Nanti kewajiban bagi pedagang untuk menginformasikan dua jenis label. Semisal, harga rokok Rp 10.000 dan Rp 10.
3. Dua mata uang berlaku sah
Jika proses legitimasi berjalan lancar maka penggunaan dua mata uang akan dilakukan mulai 2014 atau dua tahun lagi.
Masa transisi ini akan berlaku selama empat tahun. Dengan kata lain, dalam kurun waktu empat tahun, ada dua mata uang yang berlaku sah sebagai alat pembayaran.
Penggunaan dua mata uang diyakini tidak akan membingungkan masyarakat. Sebab, mata uang yang digunakan sama-sama rupiah, meski terdapat perbedaan.
Penggunaan dua mata uang dalam transaksi juga tidak akan berimbas pada makin besarnya jumlah uang yang beredar di masyarakat. Bank Indonesia diyakini sudah memiliki perhitungan ketika mengedarkan uang baru. Sebab, uang lama akan ditarik secara perlahan.
4. Mata uang serupa tapi tak sama
Sesuai dengan tujuannya, mata uang hasil redenominasi yang nantinya beredar di masyarakat, akan terlihat lebih sederhana. Tidak akan banyak angka nol di uang hasil redenominasi.Â
“Bedanya cuma nol nya yang satu dihilangkan. Mungkin desainnya sama, tapi yang jelas nol nya dihilangkan. Biar tidak bingung, nilainya sama dengan uang yang lama,” jelas Direktur Departemen Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat Difi Ahmad Johansyah.
BI akan mencetak uang baru yang nilainya sama dengan uang lama, hanya lebih sederhana karena tidak banyak angka nol.
Nilai dari uang juga tidak akan berubah. BI akan mencetak Rp 100 untuk menggantikan Rp 100.000, Rp 50 baru untuk menggantikan Rp 50.000, Rp 20 untuk Rp 20.000, Rp 10 untuk Rp 10.000, Rp 5 untuk Rp 5.000, Rp 2 untuk Rp 2.000, Rp 1 berbentuk logam untuk Rp 1.000.Â
Kemudian akan ada pula mata uang sen seperti dahulu. Rp 50 sen untuk menggantikan Rp 500, Rp 20 sen untuk Rp 200, Rp 10 sen untuk Rp 100, dan Rp 1 sen untuk Rp 10.
5. Uang logam banyak beredar
Saat ini, peredaran uang logam tidak terlalu banyak. Tapi nanti kondisinya akan berubah. Penerapan redenominasi diprediksi akan mendorong makin banyaknya jumlah uang logam beredar di masyarakat.
BI akan mencetak beberapa uang logam. Terutama untuk nilai mata uang yang paling rendah.
“Konsekuensinya, uang logam akan muncul lagi. Sekarang ini, kan uang logam sudah jarang. Nantinya, uang logam akan banyak muncul lagi, untuk satuan yang lebih kecil,” ujar Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Bambang Brodjonegoro di kantornya beberapa waktu lalu.
Sumber