Kesaksian Sofyan Tsauri Saat Ditangkap Densus 88: Setiap Saya Ucapkan Takbir, Semakin Keras Mereka Siksa Saya merupakan berita Hangat N3 di 2020.
Online - Mantan anggota Polri di Polres Metro Depok yg pernah jadi teroris, Sofyan Tsauri menceritakan kisahnya saat dirinya ditangkap & disiksa oleh Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror 11 tahun yg lalu.
Kisahnya tersebut diunggahnya melalui akun Facebook pribadinya, Sofyan Tsauri.
"Setiap saya mengucapkan Takbir, semakin keras mereka menyiksa saya," ucap Sofyan Tsauri, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari akun Facebook pribadinya, Sabtu, 3 April 2021.
Tepat 11 tahun yg lalu, Sofyan Tsauri berencana untuk berhenti dalam perhelatannya jadi teroris.
"Bermula saat saya menghubungi istri saya, saya sudah mengpakai HP & nomor baru supaya tidak terlacak, begitu istri juga mengpakai HP & nomer baru yg saya belikan sebelum saya tertangkap," ucapnya.
Sofyan Tsauri berkata kepada istrinya untuk mengpakai HP & nomor tersebut serta jangan menghubungi orang lain kecuali dirinya.
Namun dugaannya itu berujung petaka, Densus 88 ternyata sudah memblokir nomor di rumah Sofyan & mengontrak bangunan di samping kediamannya untuk mengawasi gerak-gerik keluarganya.
"Mereka mengawasi 24 jam rumah saya, orang tua & mertua saya. Mereka memasang alat penyadap sehingga nomor siapa saja yg masuk pasti ketahuan Densus 88," tuturnya.
Sofyan kemudian menyampaikan kepada istrinya untuk mengawasi sosok-sosok yg mencurigakan di belakang istrinya kalau ada yg membuntuti.
Rencananya, mereka berdua akan berjumpa di Giant Cimanggis, Kota Depok.
"Jika ada yg mengikuti anda batalkan pertemuan kita, anda berhenti dulu di Giant Cimanggis, anda belanja dulu ya," ucap Sofyan Tsauri.
Istrinya pun menjawab kondusif karena tidak menemukan sosok mencurigakan yg membuntutinya.
Ternyata Densus 88 sudah membuntuti istrinya dari jarak jauh tanpa disadari.
Ketika sudah mulai mendekat titik yg sudah Sofyan tentukan, mobil taksi yg ditumpangi istrinya berhenti.
Sofyan pun mengamati sejenak karena takut ada mobil yg mengikuti, bahkan ia sudah menyiapkan pistol FN dengan amunisi yg terisi penuh kalau nantinya terjadi hal di luar rencananya.
Merasa aman, Sofyan pun keluar dari tempat persembunyiannya & berlari menghampiri mobil taksi tersebut.
"Alhamdulillah saya berjumpa dengan istri kembali serta anak-anak saya yg masih kecil-kecil pun kegirangan. Saya segera memangku anak saya yg berumur tiga tahun, seraya menggendong bayi 10 bulan saat itu," ucapnya.
Sayangnya rencana Sofyan tersebut tidak berjalan mulus, tepat di pertigaan Jalan Narogong, mobil taksinya dicegat oleh beberapa mobil diiringi dengan puluhan bunyi letusan senjata.
Sofyan pun langsung mengokang pistol FN yg dipegangnya & bersiap-siap untuk menembak.
Saat pintu taksi terbuka Sofyan langsung ditodongkan oleh senjata api laras panjang & pendek oleh sejumlah anggota Densus 88.
"Ada sekian detik waktu saya untuk mengambil sikap, posisi saya bersebelahan dengan istrinya yg sedang menggendong bayi, anak yg saya pangku saya berikan kepada istri," ucapnya.
"Hal itu menyulitkan saya bertindak, balas atau tidak, tidak pikir saya, kalau saya balas menembak, pasti tembakan Densus 88 akan mengenai anak-anak saya," sambung Sofyan.
Sofyan pada saat itu langsung dibentak oleh regu Densus 88 & disuruh keluar dari mobil taksi itu.
Seiring bunyi letusan senjata api yg tidak berhenti, anak-anak beserta istrinya pun ikut menangis.
"Saya pun mengangkat tangan, lalu di tarik oleh Densus 88 untuk tiarap di jalan, lalu kaki saya dirantai & tangan saya diborgol, anak-anak saya pun berteriak, 'Abii-Abiii' ," ucapnya.
Setelah tangannya diborgol & kakinya diikat dengan rantai, Sofyan pun dimasukkan ke dalam mobil, saat itu juga mata Sofyan dilakban dengan kuat supaya tak dapat melihat apapun.
"Saya pun mulai dibentak-bentak, 'Hei b*ngsat kamu, anda pengkhianat Polisi kan? Kamu gabung teroris kan, anda tahu tidak, kelompokmu membunuh Briptu Boas, anda yg nembak kan'," ucap Sofyan.
"Mereka terus membentak marah kepada saya, 'Hei Sofyan, anda dari Aceh kan, ngaku saja kamu', saya pun lemas perbuatan saya terbongkar," sambungnya.
Salah seorang anggota Densus 88 pun mengucapkan hal ini kepada Sofyan, "Kamulah yg memberi senjata kepada teroris kan, dari mana senjata-senjata itu, kau dapatkan dari mana senjata itu, anda yg mengdoktrin anak-anak Aceh kan, anda bendahara Al-Qaeda kan."
Malam itu jadi malam pertamanya dengan Densus 88, tepat 11 tahun yg lalu, 6 Maret 2010, Densus 88 memukuli seluruh tubuhnya.
"Mereka mulai memukuli paras saya, perut, dada, & dari tulang kering hingga paha. Entah berapa ratus kali pukulan itu terus mendarat di tubuh saya, saya cuma dapat beristighfar & sesekali takbir, setiap saya mengucapkan Takbir semakin keras mereka menyiksa saya," ucapnya.
"Inilah pengalaman menyakitkan selama saya hidup, terbacoknya saya & digebukin di dalam kereta belum seberapa sakitnya dibandingkan malam perdana bersama Densus 88," tutup Sofyan.(bekasi.pikiran-rakyat.com)
NB: Semua berita ini diambil dari internet

Online - Mantan anggota Polri di Polres Metro Depok yg pernah jadi teroris, Sofyan Tsauri menceritakan kisahnya saat dirinya ditangkap & disiksa oleh Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror 11 tahun yg lalu.
Kisahnya tersebut diunggahnya melalui akun Facebook pribadinya, Sofyan Tsauri.
"Setiap saya mengucapkan Takbir, semakin keras mereka menyiksa saya," ucap Sofyan Tsauri, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari akun Facebook pribadinya, Sabtu, 3 April 2021.
Tepat 11 tahun yg lalu, Sofyan Tsauri berencana untuk berhenti dalam perhelatannya jadi teroris.
"Bermula saat saya menghubungi istri saya, saya sudah mengpakai HP & nomor baru supaya tidak terlacak, begitu istri juga mengpakai HP & nomer baru yg saya belikan sebelum saya tertangkap," ucapnya.
Sofyan Tsauri berkata kepada istrinya untuk mengpakai HP & nomor tersebut serta jangan menghubungi orang lain kecuali dirinya.
Namun dugaannya itu berujung petaka, Densus 88 ternyata sudah memblokir nomor di rumah Sofyan & mengontrak bangunan di samping kediamannya untuk mengawasi gerak-gerik keluarganya.
"Mereka mengawasi 24 jam rumah saya, orang tua & mertua saya. Mereka memasang alat penyadap sehingga nomor siapa saja yg masuk pasti ketahuan Densus 88," tuturnya.
Sofyan kemudian menyampaikan kepada istrinya untuk mengawasi sosok-sosok yg mencurigakan di belakang istrinya kalau ada yg membuntuti.
Rencananya, mereka berdua akan berjumpa di Giant Cimanggis, Kota Depok.
"Jika ada yg mengikuti anda batalkan pertemuan kita, anda berhenti dulu di Giant Cimanggis, anda belanja dulu ya," ucap Sofyan Tsauri.
Istrinya pun menjawab kondusif karena tidak menemukan sosok mencurigakan yg membuntutinya.
Ternyata Densus 88 sudah membuntuti istrinya dari jarak jauh tanpa disadari.
Ketika sudah mulai mendekat titik yg sudah Sofyan tentukan, mobil taksi yg ditumpangi istrinya berhenti.
Sofyan pun mengamati sejenak karena takut ada mobil yg mengikuti, bahkan ia sudah menyiapkan pistol FN dengan amunisi yg terisi penuh kalau nantinya terjadi hal di luar rencananya.
Merasa aman, Sofyan pun keluar dari tempat persembunyiannya & berlari menghampiri mobil taksi tersebut.
"Alhamdulillah saya berjumpa dengan istri kembali serta anak-anak saya yg masih kecil-kecil pun kegirangan. Saya segera memangku anak saya yg berumur tiga tahun, seraya menggendong bayi 10 bulan saat itu," ucapnya.
Sayangnya rencana Sofyan tersebut tidak berjalan mulus, tepat di pertigaan Jalan Narogong, mobil taksinya dicegat oleh beberapa mobil diiringi dengan puluhan bunyi letusan senjata.
Sofyan pun langsung mengokang pistol FN yg dipegangnya & bersiap-siap untuk menembak.
Saat pintu taksi terbuka Sofyan langsung ditodongkan oleh senjata api laras panjang & pendek oleh sejumlah anggota Densus 88.
"Ada sekian detik waktu saya untuk mengambil sikap, posisi saya bersebelahan dengan istrinya yg sedang menggendong bayi, anak yg saya pangku saya berikan kepada istri," ucapnya.
"Hal itu menyulitkan saya bertindak, balas atau tidak, tidak pikir saya, kalau saya balas menembak, pasti tembakan Densus 88 akan mengenai anak-anak saya," sambung Sofyan.
Sofyan pada saat itu langsung dibentak oleh regu Densus 88 & disuruh keluar dari mobil taksi itu.
Seiring bunyi letusan senjata api yg tidak berhenti, anak-anak beserta istrinya pun ikut menangis.
"Saya pun mengangkat tangan, lalu di tarik oleh Densus 88 untuk tiarap di jalan, lalu kaki saya dirantai & tangan saya diborgol, anak-anak saya pun berteriak, 'Abii-Abiii' ," ucapnya.
Setelah tangannya diborgol & kakinya diikat dengan rantai, Sofyan pun dimasukkan ke dalam mobil, saat itu juga mata Sofyan dilakban dengan kuat supaya tak dapat melihat apapun.
"Saya pun mulai dibentak-bentak, 'Hei b*ngsat kamu, anda pengkhianat Polisi kan? Kamu gabung teroris kan, anda tahu tidak, kelompokmu membunuh Briptu Boas, anda yg nembak kan'," ucap Sofyan.
"Mereka terus membentak marah kepada saya, 'Hei Sofyan, anda dari Aceh kan, ngaku saja kamu', saya pun lemas perbuatan saya terbongkar," sambungnya.
Salah seorang anggota Densus 88 pun mengucapkan hal ini kepada Sofyan, "Kamulah yg memberi senjata kepada teroris kan, dari mana senjata-senjata itu, kau dapatkan dari mana senjata itu, anda yg mengdoktrin anak-anak Aceh kan, anda bendahara Al-Qaeda kan."
Malam itu jadi malam pertamanya dengan Densus 88, tepat 11 tahun yg lalu, 6 Maret 2010, Densus 88 memukuli seluruh tubuhnya.
"Mereka mulai memukuli paras saya, perut, dada, & dari tulang kering hingga paha. Entah berapa ratus kali pukulan itu terus mendarat di tubuh saya, saya cuma dapat beristighfar & sesekali takbir, setiap saya mengucapkan Takbir semakin keras mereka menyiksa saya," ucapnya.
"Inilah pengalaman menyakitkan selama saya hidup, terbacoknya saya & digebukin di dalam kereta belum seberapa sakitnya dibandingkan malam perdana bersama Densus 88," tutup Sofyan.(bekasi.pikiran-rakyat.com)
NB: Semua berita ini diambil dari internet