Armada laut terkuat China bukanlah kapal induk atau kapal perang mereka, melainkan kapal-kapal penangkap ikan atau kapal pukat kecil yang jumlahnya sangat besar. Tidak seperti penampilannya yang terkesan tidak mengancam, China telah melengkapi kapal-kapal ini dengan sistem lambung yang kuat dan peralatan mata-mata canggih. Status mereka yang ambigu membuat kapal-kapal negara saingan di Laut China Selatan tidak mengganggu mereka, tanpa menyadari bahwa kapal ini adalah bagian dari Milisi Maritim China.
Oleh: Jonathan Manthorpe (Asia Times)
Pasukan maritim zaman kekaisaran China tidak ada apa-apanya dibanding armada kapal perang modern yang berparade di Qingdao pada hari Selasa (23/4) untuk menandai peringatan ke-70 berdirinya Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA). Bahkan ketika Presiden Xi Jinping sedang meninjau generasi baru penghancur rudal dan kapal perang modern lainnya, angkatan laut perahu kecilnya, Milisi Maritim China, yang sama kuatnya sedang beroperasi di sekitar Filipina.
Fakta bahwa pandangan angkatan laut Xi dikaburkan oleh kabut tebal hari itu lebih dari sekadar simbolis dan sepenuhnya sesuai. Selama dua tahun, puluhan dan kadang-kadang ratusan kapal Milisi Maritim China―yang terdiri dari kapal penangkap ikan China―telah melanggar, mengerumuni, dan memata-matai awak kapal Filipina yang sedang berkerja pada konstruksi infrastruktur di Pulau Thitu, yang dikenal sebagai Pulau Pagasa oleh Filipina. Ini adalah pulau alami terbesar kedua di kepulauan Spratly, dan merupakan rumah bagi sekitar 100 warga Filipina dan detasemen militer kecil.
Konfrontasi Pulau Thitu adalah bagian dari pertikaian yang jauh lebih besar, yang telah berlangsung lama antara China dan Filipina mengenai kepemilikan pulau di Kepulauan Spratly dan fitur Laut China Selatan lainnya seperti Dangkalan Scarborough dan Karang Mischief.
DUTERTE KESAL
Kerumunan di sekitar Pulau Thitu oleh ratusan kapal pukat ikan China telah membuat Presiden Filipina Roderigo Duterte kesal.
Dia naik ke tampuk kekuasaan pada tahun 2016 dengan berjanji untuk memperbaiki hubungan yang tegang dengan China. Sebelumnya, dia menghormati China, tetapi tindakan China di sekitar Pulau Thitu membuatnya kesal dan awal bulan ini dia memperingatkan China untuk menghentikan tindakannya tersebut, dan mengancam akan melancarkan serangan bunuh diri terhadap kapal-kapal China jika China tidak mematuhi peringatannya.
Kapal-kapal China yang menjadi unsur-unsur Milisi Maritim China, diperkirakan oleh Akademi Perang Angkatan Laut Amerika Serikat mencakup lebih dari 300 kapal dan hampir 4.000 personel, meskipun itu mungkin merupakan perkiraan yang terlalu rendah.
Unit-unit ini terdiri dari nelayan sipil yang menerima pelatihan militer reguler di bawah komando angkatan laut. Kapal-kapal mereka biasanya tidak dipersenjatai, meskipun beberapa ada yang dipersenjatai.
Baca Artikel Selengkapnya di sini
Oleh: Jonathan Manthorpe (Asia Times)
Pasukan maritim zaman kekaisaran China tidak ada apa-apanya dibanding armada kapal perang modern yang berparade di Qingdao pada hari Selasa (23/4) untuk menandai peringatan ke-70 berdirinya Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA). Bahkan ketika Presiden Xi Jinping sedang meninjau generasi baru penghancur rudal dan kapal perang modern lainnya, angkatan laut perahu kecilnya, Milisi Maritim China, yang sama kuatnya sedang beroperasi di sekitar Filipina.
Fakta bahwa pandangan angkatan laut Xi dikaburkan oleh kabut tebal hari itu lebih dari sekadar simbolis dan sepenuhnya sesuai. Selama dua tahun, puluhan dan kadang-kadang ratusan kapal Milisi Maritim China―yang terdiri dari kapal penangkap ikan China―telah melanggar, mengerumuni, dan memata-matai awak kapal Filipina yang sedang berkerja pada konstruksi infrastruktur di Pulau Thitu, yang dikenal sebagai Pulau Pagasa oleh Filipina. Ini adalah pulau alami terbesar kedua di kepulauan Spratly, dan merupakan rumah bagi sekitar 100 warga Filipina dan detasemen militer kecil.
Konfrontasi Pulau Thitu adalah bagian dari pertikaian yang jauh lebih besar, yang telah berlangsung lama antara China dan Filipina mengenai kepemilikan pulau di Kepulauan Spratly dan fitur Laut China Selatan lainnya seperti Dangkalan Scarborough dan Karang Mischief.
DUTERTE KESAL
Kerumunan di sekitar Pulau Thitu oleh ratusan kapal pukat ikan China telah membuat Presiden Filipina Roderigo Duterte kesal.
Dia naik ke tampuk kekuasaan pada tahun 2016 dengan berjanji untuk memperbaiki hubungan yang tegang dengan China. Sebelumnya, dia menghormati China, tetapi tindakan China di sekitar Pulau Thitu membuatnya kesal dan awal bulan ini dia memperingatkan China untuk menghentikan tindakannya tersebut, dan mengancam akan melancarkan serangan bunuh diri terhadap kapal-kapal China jika China tidak mematuhi peringatannya.
Kapal-kapal China yang menjadi unsur-unsur Milisi Maritim China, diperkirakan oleh Akademi Perang Angkatan Laut Amerika Serikat mencakup lebih dari 300 kapal dan hampir 4.000 personel, meskipun itu mungkin merupakan perkiraan yang terlalu rendah.
Unit-unit ini terdiri dari nelayan sipil yang menerima pelatihan militer reguler di bawah komando angkatan laut. Kapal-kapal mereka biasanya tidak dipersenjatai, meskipun beberapa ada yang dipersenjatai.
Baca Artikel Selengkapnya di sini