Berita Internet (IT) N3, yang memberikan informasi terbaru kepada users N3 tentang IT pada khususnya dan lainnya pada umumnya. Strategi e-Health Nasional dan Keamanan Rekam Medis
Kementerian Kesehatan RI telah membuat rencana kerja e-Health nasional yg dijadwalkan akan dimulai pada tahun 2015 hingga 2019. Beberapa di antara komponen rencana kerja tersebut adalah rekam medis elektronik & privasi, kerahasiaan & perlindungan data kesehatan. Penggunaan teknologi informasi (TI) di institusi kesehatan berfungsi sebagai enabler untuk membantu dokter mendiagnosis kesehatan pasien. Terkait dengan penggunaan TI itu, data rekam medis yg semula manual akan digitalisasi.
Pengunaan teknologi baru telah memacu kesuksesan pariwisata medis, memungkinkan komunikasi pada pra & pasca tindakan antara doketr dengan pasien melalui telemedis & digitalisasi dokumen. Berdasarkan keterangan yg diperoleh dari media briefing dengan PwC Indonesia, negara Singapura adalah salah satu contoh negara di ASEAN yg mengadopsi teknologi di institusi kesehatan. “Banyak orang “berduit” dari Indonesia yg memilih Singapura sebagai destinasi pariwisata medis,” kata Vish Padmanabhan, Advisory dari PwC Consultant Indonesia.
Berdasarkan data yg diperoleh dari PwC, pada tahun 2008 industri pariwisata medis meliputi setidaknya 35 negara yg melayani lebih dari satu juta turis medis setiap tahunnya. Pada tahun 2011 pasar pariwisata medis telah melayani setidaknya 3 juta turis. Pada tahun 2012, Asia mewakili 9 persen pasar global untuk pariwisata medis. Antara tahun 2012-2020 pasar tersebut akan meluas secara signifikan.
Vish mengatakan bahwa Indonesia cukup tertinggal namun masih memiliki peluang untuk berkembang & menyusul negara-negara lain. Selain teknologi yg harus diperbaharui agar Indonesia menjadi tujuan destinasi pariwisata medis, pemerintah pun perlu mengadopsi standar HIPAA (Health Insurance Portability and Accountability Act). Standar tersebut digunakan oleh beberapa negara maju khususnya yg telah mengintegrasikan e-Health untuk melindungi data rekam medis pasien.
David Spire, CEO dari United System mengatakan bahwa keamanan informasi di institusi kesehatan sangatlah lemah. Memang ada transformasi pengalihan data secara fisik menjadi digital. Namun hal itu tidak menutupi kelemahan bahwa sistem mereka sangat rentan, ujar David.
Proses digitalisasi itu tidak menutup kemungkinan a&ya serangan siber & kebocoran data. Asumsi terbesar yg dipaparkan oleh David mengapa hacker memiliki target baru adalah a&ya gu&g emas di industri kesehatan yg bisa memiliki manfaat bagi mereka. Data rekam medis yg memuat seluruh informasi penting pasien lebih berharga ketimbang kartu kredit karena identitas tersebut dapat dicuri & digunakan untuk kejahatan fraud perbankan.
Beberapa tahun ke belakang, hacker memang menargetkan industri perbankan seperti apa yg diutarakan oleh David. Pencurian uang secara daring & penipuan kartu kredit adalah modus yg digunakan pelaku. Seiring semakin matangnya keamanan di dunia perbankan, maka pertahanan mereka pun semakin canggih, papar David. Hal itulah yg membuat hacker mengalihkan pan&gannya ke industri asuransi kesehatan. Terlebih lagi, sistem keamanan mereka tidak sekuat perbankan, tambahnya.
Informasi sensitif yg biasanya menguntungkan bagi hacker untuk meraup keuntungan dari industri perbankan adalah empat nomor digit kartu kredit. Se&gkan di institusi kesehatan, informasi sensitif yg bisa diperoleh hacker lebih jauh menguntungkan. Setidaknya dengan meretas perusahaan asuransi kesehatan, hacker bisa memperoleh nama asli, data kartu kredit, nomor jaminan sosial hingga alamat pos-el & tempat tinggal pasien. Tentunya bagi pemerintah Indonesia perlu mengadopsi standar keamanan informasi sebelum mengintegrasikan e-Health secara keseluruhan.
Comments
comments
N3 tidak bisa memberikan klarifikasi berita diatas adalah benar 100% karena kontenStrategi e-Health Nasional dan Keamanan Rekam Medis diatas dikutip dari Internet secara gamblang.
Sumber
Kementerian Kesehatan RI telah membuat rencana kerja e-Health nasional yg dijadwalkan akan dimulai pada tahun 2015 hingga 2019. Beberapa di antara komponen rencana kerja tersebut adalah rekam medis elektronik & privasi, kerahasiaan & perlindungan data kesehatan. Penggunaan teknologi informasi (TI) di institusi kesehatan berfungsi sebagai enabler untuk membantu dokter mendiagnosis kesehatan pasien. Terkait dengan penggunaan TI itu, data rekam medis yg semula manual akan digitalisasi.
Pengunaan teknologi baru telah memacu kesuksesan pariwisata medis, memungkinkan komunikasi pada pra & pasca tindakan antara doketr dengan pasien melalui telemedis & digitalisasi dokumen. Berdasarkan keterangan yg diperoleh dari media briefing dengan PwC Indonesia, negara Singapura adalah salah satu contoh negara di ASEAN yg mengadopsi teknologi di institusi kesehatan. “Banyak orang “berduit” dari Indonesia yg memilih Singapura sebagai destinasi pariwisata medis,” kata Vish Padmanabhan, Advisory dari PwC Consultant Indonesia.
Berdasarkan data yg diperoleh dari PwC, pada tahun 2008 industri pariwisata medis meliputi setidaknya 35 negara yg melayani lebih dari satu juta turis medis setiap tahunnya. Pada tahun 2011 pasar pariwisata medis telah melayani setidaknya 3 juta turis. Pada tahun 2012, Asia mewakili 9 persen pasar global untuk pariwisata medis. Antara tahun 2012-2020 pasar tersebut akan meluas secara signifikan.
Vish mengatakan bahwa Indonesia cukup tertinggal namun masih memiliki peluang untuk berkembang & menyusul negara-negara lain. Selain teknologi yg harus diperbaharui agar Indonesia menjadi tujuan destinasi pariwisata medis, pemerintah pun perlu mengadopsi standar HIPAA (Health Insurance Portability and Accountability Act). Standar tersebut digunakan oleh beberapa negara maju khususnya yg telah mengintegrasikan e-Health untuk melindungi data rekam medis pasien.
David Spire, CEO dari United System mengatakan bahwa keamanan informasi di institusi kesehatan sangatlah lemah. Memang ada transformasi pengalihan data secara fisik menjadi digital. Namun hal itu tidak menutupi kelemahan bahwa sistem mereka sangat rentan, ujar David.
Proses digitalisasi itu tidak menutup kemungkinan a&ya serangan siber & kebocoran data. Asumsi terbesar yg dipaparkan oleh David mengapa hacker memiliki target baru adalah a&ya gu&g emas di industri kesehatan yg bisa memiliki manfaat bagi mereka. Data rekam medis yg memuat seluruh informasi penting pasien lebih berharga ketimbang kartu kredit karena identitas tersebut dapat dicuri & digunakan untuk kejahatan fraud perbankan.
Beberapa tahun ke belakang, hacker memang menargetkan industri perbankan seperti apa yg diutarakan oleh David. Pencurian uang secara daring & penipuan kartu kredit adalah modus yg digunakan pelaku. Seiring semakin matangnya keamanan di dunia perbankan, maka pertahanan mereka pun semakin canggih, papar David. Hal itulah yg membuat hacker mengalihkan pan&gannya ke industri asuransi kesehatan. Terlebih lagi, sistem keamanan mereka tidak sekuat perbankan, tambahnya.
Informasi sensitif yg biasanya menguntungkan bagi hacker untuk meraup keuntungan dari industri perbankan adalah empat nomor digit kartu kredit. Se&gkan di institusi kesehatan, informasi sensitif yg bisa diperoleh hacker lebih jauh menguntungkan. Setidaknya dengan meretas perusahaan asuransi kesehatan, hacker bisa memperoleh nama asli, data kartu kredit, nomor jaminan sosial hingga alamat pos-el & tempat tinggal pasien. Tentunya bagi pemerintah Indonesia perlu mengadopsi standar keamanan informasi sebelum mengintegrasikan e-Health secara keseluruhan.
Comments
comments
N3 tidak bisa memberikan klarifikasi berita diatas adalah benar 100% karena kontenStrategi e-Health Nasional dan Keamanan Rekam Medis diatas dikutip dari Internet secara gamblang.
Sumber