• Silahkan bergabung dengan chat kami di Telegram group kami di N3Forum - https://t.me/n3forum
  • Welcome to the Nyit-Nyit.Net - N3 forum! This is a forum where offline-online gamers, programmers and reverser community can share, learn, communicate and interact, offer services, sell and buy game mods, hacks, cracks and cheats related, including for iOS and Android.

    If you're a pro-gamer or a programmer or a reverser, we would like to invite you to Sign Up and Log In on our website. Make sure to read the rules and abide by it, to ensure a fair and enjoyable user experience for everyone.

Tempat-Tempat Angker & Keramat di Indonesia

Janggawareng

Babu Elite
Level 2
Hi sahabat N3 semua,
Pernah dengerkan cerita tentang suatu tempat yang angker, atau jalan angker?
Nah pada Sub Forum Supranatural dan Mitos ini kalian bisa share tentang Tempat/Jalan Yang Dianggap Angker di Indonesia.

Silahkan teman-teman share tempat-tempat angker yang pernah kalian dengar dan saksikan sendiri, ataupun cerita dari saksi mata warga sekitar, baik dilingkungan tempat tinggal teman-teman, atau di tempat-tempat yang dianggap angker oleh warga sekitar. dan tentunya tanpa melanggar rules N3.

Rules Pada Topik Ini:
  1. Peraturan Utama N3 bisa dilihat di RULES N3
  2. Pastinya No Junk "Mantap kaka/ih Serem/Jadi Takut Nih .dll" Biasakan memberikan posting yang bermanfaat
  3. Minimal 4 Baris untuk Posting pada thread ini.
  4. Jangan melupakan kredit, jika diambil dari sumber web/blog/forum diluar n3.
 
Last edited:

AdieViruzJr

2 SD
Level 2
Terowongan cassablanca Jln. Basuki Rachmat, Jak-Tim



Konon Sosok menyeberang jalan, di antaranya nenek-nenek bersama cucunya dan perempuan cantik :surprise:
Sejarah: Dibangun di atas tanah pekuburan, terowongan Casablanca terbilang angker. Menurut beberapa warga Casablanca, ketika pembongkaran kuburan tersebut, bahkan ada 1 jenazah yang masih utuh. Dari terowongan Casablanca sampai kira-kira radius 40 meter
sesudahnya, banyak terjadi kecelakaan yang penyebabnya tidak masuk akal. Biasanya karena pengendara motor atau mobil melihat sesosok perempuan tiba-tiba menyeberang di hadapan kendaraannya, sehingga pengemudi kendaraan tiba-tiba banting setir dan menabrak pembatas jalan.


Menurut warga, ada baiknya ketika melewati terowongan ini, pengemudi kendaraan membunyikan klakson untuk "menyapa" penghuni terowongan. Akhir tahun 90-an, seorang laki-laki separuh baya ada yang menggantung diri dengan spanduk di sini. Jadilah tempat ini semakin angker.

Testimonial: Menurut Ibu Yati Mustofa (43), warga yang tinggal di dekat terowongan Casablanca, warga kerap mendengar suara tangisan, ketika sumber bunyi dihampiri, suara itu berpindah-pindah.
 

k4bayan

1 SMP
Level 2
Tanjakan Emen Subang

]


WARGA Bandung, khususnya yang bermukim di Bandung Utara, pasti mengenal tanjakan eman di Kab. Subang. Jalan menanjak dari arah Subang yang dimulai sebelum mulut jalan ke pintu objek wisata air panas Ciater hingga mulut jalan objek wisata Gunung Tangkubanparahu ini terkenal sebagai tanjakan maut.

Kata emen menjadi legenda di kalangan sopir atau warga sekitar. Kenapa tanjakan ini diselimuti mitos? Kecelakaan yang hampir terjadi setiap tahun membuat tanjakan yang mempunyai elevasi 59 derajat ini "ditakuti" pengemudi kendaraan.

Dulu, pada siang hari situasi di sekitar tanjakan Emen memang sepi. Pada malam hari, suasananya menjadi agak mencekam karena ada bau belerang yang menyengat. Suasana semakin dramatis karena tanjakan Emen diapit lembah, bukit, dan perkebunan teh yang banyak ditumbuhi pohon cemara.

Mitos yang menyelimuti tanjakan Emen menyebar dari mulut ke mulut. Ada berbagai versi yang berkembang di masyarakat sekitar. Menurut warga, Emen adalah nama seorang pria yang menjadi korban tabrak lari. Mayat Emen oleh penabraknya disembunyikan di rimbun pepohonan di lokasi yang sekarang disebut tanjakan Emen. Sejak saat itu, arwah Emen mengganggu siapa saja yang lewat di tanjakan itu.

Versi lain menyebutkan,emen adalah seorang sopir pemberani yang biasa mengemudikan oplet jurusan Bandung-Subang. Konon saat itu, Emen dikenal sebagai satu-satunya sopir yang berani mengemudikan kendaraan pada malam hari. Tahun 1964, ketika mengangkut ikan asin dari Pasar Ciroyom, Kota Bandung menuju Kab. Subang, kendaraannya terbalik dan terbakar. Nahas bagi Emen, dia terbakar hidup-hidup hingga tewas.

Setelah kejadian itu, petaka sering terjadi di tanjakan Emen. Kejadian rem blong, bus tergelincir, dan kendaraan terperosok kerap terjadi di jalur ini. Begitu juga menurut pengakuan warga, kejadian-kejadian aneh seperti mogok disertai kesurupan sering dialami sopir atau penumpangnya. Anehnya, kendaraan yang mogok terjadi apabila seseorang yang melalui jalan itu bersikap sompral dan sombong.

menurut penuturan warga, kejadian itu hilang begitu saja ketika sebatang rokok dinyalakan dan dilempar ke pinggir jalan sebagai simbol memberikan rokok kepada arwah Emen. Konon, Emen amat gandrung merokok saat mengemudi.

Penyebab kecelakaan ini sebenarnya posisi turunan atau tanjakan Emen terbilang cukup ekstrem. Dengan kemiringan sekitar 45-50 derajat sepanjang kurang lebih 2-3 km, jalan ini memiliki tikungan tajam, sehingga memaksa sopir piawai dan ekstra hati-hati memegang kemudi.

Kini tanjakan Emen telah diperlebar, dua jalur menanjak dan satu lajur menurun. Dua lajur menanjak memberi kesempatan bagi pengemudi berkonsentrasi menjaga laju kendaraannya saat mendaki. Sementara satu lajur menurun agar pengemudi tetap berhati-hati menjaga keseimbangan gas dan rem supaya mobil tetap terkendali.

Tanjakan Emen memang dikenal sebagai daerah angker bahkan sempat mendapat julukan "jalur tengkorak" sebelum diperlebar jalannya menjadi tiga lajur mulai dari gerbang Hotel Grasia hingga gerbang Tangkubanparahu atau sepanjang 10 kilometer.
Sumber "
 

hani

TK B
Level 2
1. Petilasan/Makam Ki Ageng Gribig. (Malang)


Makam ini terletak pada perbatasan antara Kec. Kedungkandang (desa Madyopuro) dengan Kec. Tumpang dan Kec. Tajinan. Ki Ageng Gribig dipercaya sebagai orang linuwih yg menumbali/memagari Kota Malang. Ditempat ini energi positif terasa begitu kuat. Ketika kita bersemedi atau berdzikir ditempat ini, tak jarang cahaya kebiru-biruan terlihat disekitar makam. Para pelaku supranatural sering melakukan olah laku ataupun menarik benda pusaka di tempat ini. Meskipun tempat ini mempunyai energi positif, namun tak jarang para pelaku supranatural di ganggu oleh jin jail disekitar tempat ini.

Pada Peringatan malam 1 syuro, Bpk walikota/bupati selalu mengadakan pertunjukan wayang kulit di tempat ini. menurut pengamatan orang yang pernah ke tempat tersebut, terdapat satu pusaka yg tertancap didalam pohon yg belum diambil/ditarik oleh para pelaku spiritual, entah mengapa..

2. Kali (sungai) Metro. (Malang)



Kali metro adalah anak Kali Brantas yang terletak di sepanjang Kecamatan Sukun sampai Kota Kepanjen Kab. Malang, namun tempat yg energinya terasa kuat berada di dsn. Bebekan ds. Bandulan Kec Sukun. Pada malam2 tertentu terutama pada bulan syuro, kita bisa menjumpai para pelaku supranatural yg melakukan tapa kungkum (berendam) untuk menyucikan diri dan untuk menambah ato memperoleh kekuatan supranatural. mereka yg melakukan tapa kungkum (berendam) tidak hanya bangsa manusia namun juga bangsa jin(pada malam 1 s/d malam 10 syuro).

Di desa bebekan terdapat seorang linuwih yg beraliran kejawen yg dikenal dng nama "Eyang Pipo" beliau berumur kurang lebih antara 55-63th. Nara sumber (penulis sebelumnya) sempat mampir bersilaturahmi ke rumah Eyang Pipo, merasakan energi yg begitu kuat pada Beliau yg sengaja ditutup-tutupi (dikunci agar orang lain tidak tahu). beliau mempunyai beberapa murid dr berbagai kota. Murid - murid ini berkumpul 1 th sekali yaitu pada malam 1 syuro ato pada tgl 1 syuro(malam hari).

3. Candi Singosari / Candi Kendedes. (Malang)


Candi Singosari terletak di desa Candi Renggo Kecamatan Singosari, Malang. Cara pembuatan candi Singhasari ini dengan sistem menumpuk batu andhesit hingga ketinggian tertentu selanjutnya diteruskan dengan mengukir dari atas baru turun ke bawah. (Bukan seperti membangun rumah seperti saat ini).Candi ini berlokasi di Desa Candirenggo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, (sekitar 10km dari Kota Malang) terletak pada lembah di antara Pegunungan Tengger dan Gunung Arjuna di ketinggian 512m dari permukaan laut.

Berdasarkan penyebutannya pada Kitab Negarakertagama pupuh 37:7 dan 38:3 serta Prasasti Gajah Mada bertanggal 1351 Masehi di halaman komplek candi, candi ini merupakan tempat "pendharmaan" bagi raja Singasari terakhir, Sang Kertanegara, yang mangkat pada tahun 1292 akibat istana diserang tentara Kediri. Kuat dugaan, candi ini tidak pernah selesai dibangun.
Candi Singosari atau yang sering disebut dengan nama Candi Ken Dedes. Candi Singosari merupakan tempat dimakamkannya Raja Kertanegara ( 1268 - 1292 ) sebagai Bhirawa atau dewa Syiwa dalam bentuk ganas.

Komplek percandian menempati areal 200m×400m dan terdiri dari beberapa candi. Di sisi barat laut komplek terdapat sepasang arca raksasa besar (tinggi hampir 4m, disebut dwarapala) dan posisi Gada (Senjata ) menghadap kebawah, ini menunjukkan meskipun penjaganya raksasi "RAKSASA" tapi masih ada rasa kasih sayang terhadap semua mahkluk hidup dan ungkapan selamat datang bagi semuanya. Dan posisi arca ini hanya ada di Singhasari, tidak ada di tempat ataupun kerajaan lainnya. Dan di dekatnya arca Dwarapala terdapat alun-alun. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa candi terletak di komplek pusat kerajaan. Letak candi Singhasari yang dekat dengan kedua arca dwarapala menjadi menarik ketika dikaitkan dengan ajaran Saiwa yang mengatakan bahwa dewa Siwa bersemayam di puncak Kailasa dalam wujud lingga, batas Timur terdapat gerbang dengan Ganesha atau Ganapati sebagai penjaganya, gerbang Barat dijaga oleh Kala dan Amungkala, gerbang Selatan dijaga oleh Resi Agastya, gerbang Utara dijaga oleh Batari Gori. Karena letak candi Singhasari yang sangat dekat dengan kedua arca tersebut yang terdapat pada jalan menuju ke gunung Arjuna, penggunaan candi ini diperkirakan tidak terlepas dari keberadaan gunung Arjuna dan para pertapa yang bersemayam di puncak gunung ini pada waktu itu.

Bangunan candi utama dibuat dari batu andesit, menghadap ke barat, berdiri pada alas bujursangkar berukuran 14m×14m dan tinggi candi 15m. Candi ini kaya akan ornamen ukiran, arca, dan relief. Di dalam ruang utama terdapat lingga dan yoni. Terdapat pula bilik-bilik lain: di utara (dulu berisi arca Durga yang sudah hilang), timur yang dulu berisi arca Ganesha, serta sisi selatan yang berisi arca Siwa-Guru (Resi Agastya). Di komplek candi ini juga berdiri arca Prajnaparamita, dewi kebijaksanaan, yang sekarang ditempatkan di Museum Nasional, Jakarta. Arca-arca lain berada di Institut Tropika Kerajaan, Leiden, Belanda, kecuali arca Agastya.

Tak jauh dari candi ini terdapat sebuah kolam sumber air Pemandian Watu Gedhe yg dipercaya sebagai tempat mandi Raja Singosari. Tempat ini mempunyai aura pengasihan yg kuat. Beberapa orang percaya Ritual Kungkum pada malam2 tertentu di tempat ini, dipercaya berguna untuk meningkatkan kharisma dan wibawa seorang laki-laki.


4. Museum Brawijaya. (Malang)



Beberapa kejadian aneh di dalam dan sekitar Museum Brawijaya. Konon, sebuah trim pada malam hari terlihat melintas dan berhenti di Museum Brawijaya (cerita dari masyarakat Sukun, Malang).
Dan baru-baru ini, sebuah acara di salah satu tv swasta juga menggunakan Museum Brawijaya ini sebagai lokasi.
Untuk video bisa dilihat disini.

sumber
 

Janggawareng

Babu Elite
Level 2
Cadas Pangeran (Sumedang - Jawa Barat)
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas & adirafacesofindonesia.com



Cadas Pangeran adalah nama suatu tempat, kira-kira enam kilometer sebelah barat daya kota Sumedang, yang dilalui jalan raya Bandung—Cirebon. Pemberian nama ini terkait dengan pembangunan Jalan Raya Pos Daendels yang melintasi daerah ini. Karena medan yang berbatu cadas, lima ribuan jiwa pekerja kehilangan nyawanya. Hal ini membuat marah penguasa Kabupaten Sumedang, Pangeran Kusumadinata IX (1791-1828) yang lebih populer dengan sebutan Pangeran Kornel, dan ia memprotes Daendels atas kesemena-menaan dalam pembangunan jalan itu.

Dari literatur yang saya baca di laman-laman blog di internet, yang memuat tulisan asal usul nama jalan Cadas Pangeran, memang ada cerita sejarah yang melatarinya. Tak asal hanya nama. Kala itu menurut sohibul sejarah yang saya baca, pada 1800, Meneer Gubernur Jenderal Deandels, datang mengontrol jalan raya Anyer-Panarukan, yang melewati daerah itu.

Ketika mengontrol, sang meneer gubernur jenderal ini, menemui Bupati Sumedang, Pangeran Kusumadinata IX, atau terkenal dengan sebutan Pangeran Kornel. Saat bertemu sang pangeran, Daendels mengulurkan tangan mengajak salaman, tapi disambut dengan tangan kiri Pangeran Kornel. Sementara tangan kanan sang pangeran memegang keris.

Sambutan tangan kiri dan tangan kanan memegang keris, seperti sebuah simbol protes pada Daendels, terutama pada proyek jalan Anyer-Panarukan yang banyak menelan korban jiwa rakyat Indonesia. Peristiwa itulah yang kemudian diabadikan menjadi nama jalan tersebut, yakni jalan Cadas Pangeran.

Tapi bagi saya, ruas jalan yang meliuk dengan tikungannya yang tajam, pantas untuk diceritakan. Jalan cadas pangeran termasuk jalan yang bikin andrenalin berpacu kala melewatinya. Menempel pada sisi bukit, dan bersisian dengan jurang, membuat jalan ini berbeda dengan yang lainnya.

Pelaju jalan, harus ekstra hati-hati menyusuri jalan Cadas Pangeran. Karena selain jalan meliuk dan menikung tajam, melingkari bukit, tapi di sisi jalan menganga jurang yang cukup dalam. Jika dari Bandung menuju Sumedang, jalan ini mau tak mau harus di lewati pelaju jalan. Suasana jalan sendiri, sebenarnya cukup menarik. Pemandangan sisi jalan, kombinasi antara dinding terjal, dan jurang dalam, dengan jejeran pohon pinusnya.

Menurut saya, jalan ini layak dimasukan sebagai jalan wisata, dengan keindahan dan eksotis alamnya. Di pinggiran jalan, jika melewati jalan itu, banyak berdiri warung-warung makan, sebagai tempat rehat para pelaju jalan. Saya sempat melewati jalan itu, kala mudik balik dari kampung.

Sebenarnya, sudah beberapa kali saya melewati jalur jalan Cadas Pangeran yang legendaris itu. Saat saya kembali melewatinya, eksotisnya suasana di sekitar jalan itu masih terasa. Jejeran pohon pinus, di bawah jalan. Pohon-pohon besar, dan dinding cadas yang membentengi jalan.

Apalagi kini beberapa ruas jalan di perlebar. Bahkan, sampai menambah muka jalan ke bibir jurang. Di sisi jalan, dibuat tempat rehat bagi para pelaju jalan. Tujuannya, untuk istirahat sebentar, dan menikmati suasana alam di sekitar Cadas Pangeran. Sayang, karena gerimis merinai, saya tak sempat berhenti, sekedar rehat sembari merangkum lukisan alam di sekitar Cadas Pangeran.

Tetengger atau penanda jalan, kenapa diberi nama jalan Cadas Pangeran, akan ditemui, di satu pojok sisi jalan. Tetengger itu, berupa patung Pangeran Kornel yang sedang menjabat meneer Deandles, dengan tangan kirinya. Patung dengan nuansa heroik. Kala saya lewat patung itu masih berdiri gagah. Sayang, karena lalu lintas arus balik mudik lebaran cukup padat, saya hanya sempat memotret lewat jendela mobil yang sedang merayap.

Sedihnya, karena tergesa patung Pangeran Kornel, terjepret asal-asalan. Tapi saya simpan, sebagai kenangan, bahwa saya sering dan pernah lewat ke jalan legenda tersebut. Numpang lewat sang pangeran.

Mau oleh-oleh, tak usah khawatir, penjual tahu Sumedang yang juga cukup legendaris,banyak yang jual di pinggiran jalan. Bila perut keroncongan, ada satu deretan warung, jika dari arah Sumedang menuju Bandung adanya di sebelah kiri jalan. Deretan warung itu favorit saya mengisi perut, kalau lewat jalan itu. Tempatnya cukup nyaman, meski warungnya hanya bangunan sederhana berupa saung dengan dinding dari bilik. Di naungi rindangnya pohon pinus, makan terasa ponyo (nikmat-red), di balur sepoy angin yang ngahiliwir (menerpa-red).

Masakannya khas Sunda, lalapan dan sambel menjadi menu utamanya. Bagi yang bawa anak, di belakang warung, tepatnya di bawah, ada sepetak area yang dibangun ayunan buat anak, dengan jejeran pohon pinus di sekelilingnya. Sangat segar, hawa yang begitu mahal bila kita di Jakarta. Cadas Pangeran, jalan sejarah favorit saya.
 
Last edited:

hani

TK B
Level 2
Pesarean / Makam Gunung Kawi. (Malang)


[float='left,right']Gunung Kawi terletak pada ketinggian 2.860 meter dari permukaan laut, terletak di Kabupaten Malang, Jawa Timur, tepatnya di Kecamatan Wonosari, sekitar 40 km sebelah barat Kota Malang. Dulu daerah ini disebut Ngajum. Namanya berubah menjadi Wonosari karena di tempat ini terdapat obyek wisata spiritual. Wono diartikan sebagai hutan, sedangkan Sari berarti inti. Namun bagi warga setempat, Wonosari dimaksudkan sebagai pusat atau tempat yang mendatangkan rezeki. Kecamatan Wonosari memiliki luas hampir 67 kilometer persegi, dengan jumlah penduduk 43 ribu jiwa. Tempat ini berkembang menjadi daerah tujuan wisata ziarah sejak tahun 1980-an.

Sebenarnya bukanlah Gunung Kawi-nya yang membuat tempat ini terkenal, tetapi adanya sebuah kompleks pemakaman di lereng selatan yang dikeramatkan, yaitu makam Eyang Kyai Zakaria alias Eyang Jugo, dan Raden Mas Imam Sujono, alias Eyang Sujo. Penduduk setempat menyebut area pemakaman tersebut dengan nama "Pesarean Gunung Kawi". Pesarean yang terletak di ketinggian sekitar 800 m ini walaupun berada di lereng gunung, namun mudah dijangkau, karena selain jalannya bagus, banyak angkutan umum yang menuju ke sana. Dari terminal Desa Wonosari, perjalanan diteruskan dengan berjalan mendaki menyusuri jalan bertangga semen yang berjarak kira-kira 750 m. Sepanjang perjalanan mendaki ini dapat dijumpai restoran, hotel, kios souvenir dan lapak-lapak yang menjual perlengkapan ritual. Setelah melewati beberapa gerbang, di ujung jalan didapati sebuah gapura, pintu masuk makam keramat. Makam yang menjadi pusat dari kompleks Pesarean Gunung Kawi. Makam yang menjadi magnet untuk menarik puluhan ribu orang datang setiap tahunnya.

Mitos Pesugihan
Gunung Kawi memang dikenal sebagai tempat untuk mencari kekayaan (pesugihan). Konon, barang siapa melakukan ritual dengan rasa kepasrahan dan pengharapan yang tinggi maka akan terkabul permintaanya, terutama menyangkut tentang kekayaan.

Mitos ini diyakini banyak orang, terutama oleh mereka yang sudah merasakan "berkah" berziarah ke Gunung Kawi. Namun bagi kalangan rasionalis-positivis, hal ini merupakan isapan jempol belaka.

Mitos dalam bahasa sehari-hari diartikan sebagai cerita bohong, kepalsuan, dan hal-hal yang berbau dongeng (tahayul). Dalam bahasa Inggris, myth yang mengadopsi bahasa Latin mythus berarti penuturan khayali belaka. Antropolog memandang mitos sebagai sesuatu yang diperlukan manusia untuk menjelaskan alam lingkungan di sekitarnya, dan juga sejarah masa lampaunya. Dalam hal ini, mitos dianggap sebagai semacam
pelukisan atas kenyataan dalam bentuk yang disederhanakan sehingga dipahami oleh awam (Ruslani, 2006: 5). Namun mitos, bagi kalangan penganut strukturalisme-fungsional juga dianggap penting karena berfungsi sebagai penyedia rasa makna hidup yang membuat orang yang
bersangkutan tidak menjadi sia-sia hidupnya. Perasaan bahwa hidup ini berguna dan bertujuan lebih tinggi daripada pengalaman keseharian merupakan unsur penting dalam kebahagiaan.

Biasanya lonjakan masyarakat yang melakukan ritual terjadi pada hari Jumat Legi ( hari pemakaman Eyang Jugo) dan tanggal 12 bulan Suro (memperingati wafatnya Eyang Sujo). Ritual dilakukan dengan meletakkan sesaji, membakar dupa, dan bersemedi selama berjam-jam, berhari-hari, bahkan hingga berbulan-bulan.

Di dalam bangunan makam, pengunjung tidak boleh memikirkan sesuatu yang tidak baik serta disarankan untuk mandi keramas sebelum berdoa di depan makam. Hal ini menunjukkan simbol bahwa pengunjung harus suci lahir dan batin sebelum berdoa.

Selain pesarean sebagai fokus utama tujuan para pengunjung, terdapat tempat-tempat lain yang dikunjungi karena 'dikeramatkan' dan dipercaya mempunyai kekuatan magis untuk mendatangakan keberuntungan, antara lain:[/float]

[float='left,right']
1. Rumah Padepokan Eyang Sujo

Rumah padepokan ini semula dikuasakan kepada pengikut terdekat Eyang Sujo yang bernama Ki Maridun. Di tempat ini terdapat berbagai peninggalan yang dikeramatkan milik Eyang Sujo, antara lain adalah bantal dan guling yang berbahan batang pohon kelapa, serta tombak pusaka semasa perang Diponegoro.




2. Guci Kuno
Dua buah guci kuno merupakan peninggalan Eyang Jugo. Pada jaman dulu guci kuno ini dipakai untuk menyimpan air suci untuk pengobatan. Masyarakat sering menyebutnya dengan nama 'janjam'. Mungkin ingin menganalogkan dengan air zamzam dari Padang Arafah yang memiliki aneka khasiat. Guci kuno ini sekarang diletakkan di samping kiri pesarean. Masyarakat meyakini bahwa dengan meminum air dari guci ini akan membikin seseorang menjadi awet muda.




3. Pohon Dewandaru
Di area pesarean, terdapat pohon yang dianggap akan mendatangkan keberuntungan. Pohon ini disebut pohon dewandaru, pohon kesabaran. Pohon yang termasuk jenis cereme Belanda ini oleh orang Tionghoa disebut sebagai shian-to atau pohon dewa. Eyang Jugo dan Eyang Sujo menanam pohon ini sebagai perlambang daerah ini aman. Untuk mendapat 'simbol perantara kekayaan', para peziarah menunggu dahan, buah dan daun jatuh dari pohon. Begitu ada yang jatuh, mereka langsung berebut. Untuk memanfaatkannya sebagai azimat, biasanya daun itu dibungkus dengan selembar uang kemudian disimpan ke dalam dompet. Namun, untuk mendapatkan daun dan buah dewandaru diperlukan kesabaran. Hitungannya bukan hanya, jam, bisa berhari-hari, bahkan berbulan-bulan. Bila harapan mereka terkabul, para peziarah akan datang lagi ke tempat ini untuk melakukan syukuran.




Pejuang Diponegoro
Siapakah sesungguhnya Eyang Jugo dan Eyang Sujo, yang dimakamkan dalam satu liang lahat di pesarean Gunung Kawi ini? Menurut Soeryowidagdo (1989), Eyang Jugo atau Kyai Zakaria II dan Eyang Sujo atau Raden Mas Iman Sudjono adalah bhayangkara terdekat Pangeran Diponegoro. Pada tahun 1830 saat perjuangan terpecah belah oleh siasat kompeni, dan Pangeran Diponegoro tertangkap kemudian diasingkan ke Makasar, Eyang Jugo dan Eyang Sujo mengasingkan diri ke wilayah Gunung Kawi ini.

Semenjak itu mereka berdua tidak lagi berjuang dengan mengangkat senjata, tetapi mengubah perjuangan melalui pendidikan. Kedua mantan bhayangkara balatentara Pangeran Diponegoro ini, selain berdakwah agama [Salah Satu Agama Di Indonesia] dan mengajarkan ajaran moral kejawen, juga mengajarkan
cara bercocok tanam, pengobatan, olah kanuragan serta ketrampilan lain yang berguna bagi penduduk setempat. Perbuatan dan karya mereka sangat dihargai oleh penduduk di daerah tersebut, sehingga banyak masyarakat dari daerah kabupaten Malang dan Blitar datang ke padepokan mereka untuk menjadi murid atau pengikutnya.

Setelah Eyang Jugo meninggal tahun 1871, dan menyusul Eyang Iman Sujo tahun 1876, para murid dan pengikutnya tetap menghormatinya. Setiap
tahun, para keturunan, pengikut dan juga para peziarah lain datang ke makam mereka melakukan peringatan. Setiap malam Jumat Legi, malam
meninggalnya Eyang Jugo, dan juga peringatan wafatnya Eyang Sujo setiap tanggal 1 bulan Suro (muharram), di tempat ini selalu diadakan perayaan tahlil akbar dan upacara ritual lainnya. Upacara ini biasanya dipimpin oleh juru kunci makam yang masih merupakan para keturunan Eyang Sujo.

Tidak ada persyaratan khusus untuk berziarah ke tempat ini, hanya membawa bunga sesaji, dan menyisipkan uang secara sukarela. Namun para peziarah yakin, semakin banyak mengeluarkan uang atau sesaji, semakin banyak berkah yang akan didapat. Untuk masuk ke makam
keramat, para peziarah bersikap seperti hendak menghadap raja, mereka berjalan dengan lutut.

Hingga dewasa ini pesarean tersebut telah banyak dikunjungi oleh berbagai kalangan dari berbagai lapisan masyarakat. Mereka bukan saja
berasal dari daerah Malang, Surabaya, atau daerah lain yang berdekatan dengan lokasi pesarean, tetapi juga dari berbagai penjuru tanah air. Heterogenitas pengunjung seperti ini mengindikasikan bahwa sosok kedua tokoh ini adalah tokoh yang kharismatik dan populis.

Namun di sisi lain, motif para pengunjung yang datang ke pesarean ini pun sangat beragam pula. Ada yang hanya sekedar berwisata, mendoakan leluhur, melakukan penelitian ilmiah, dan yang paling umum adalah kunjungan ziarah untuk memanjatkan doa agar keinginan lekas terkabul.


Ritual dalam Komodifikasi Budaya
Pada setiap malam Satu Suro (Muharram), area Pesarean Gunung Kawi dikunjungi oleh ribuan orang peziarah dari berbagai kota dan daerah telah berdatangan sejak sore hari. Mereka memenuhi penginapan-penginapan yang memang banyak terdapat di daerah sekitar pesarean (makam). Sambil beristirahat, mereka menunggu saat datangnya tengah malam di mana berbagai upacara ritual akan diselenggarakan. Para pedagang bunga, kemenyan, lilin, hio (dupa) dan perlengkapan sesaji lainnya sibuk melayani para peziarah. Sementara itu beberapa ibu-ibu menggoreng ratusan ekor ayam utuh yang dipesan para peziarah untuk upacara sesaji malam harinya.

Seiring dengan itu pada keesokan harinya diadakan kirab sesaji dan pembakaran patung simbol sangkala (Bathara Kala). Bencana yang terus menerus melanda bumi Indonesia membuat masyarakat prihatin. Sikap prihatin inipun diungkapkan dalam prosesi kirab sesaji di pesarean Eyang Jugo dan Eyang Sujo melalui upacara pembakaran patung sangkala atau ogoh-ogoh. Patung sangkala atau ogoh-ogoh, dikenal sebagai
simbol keangkaramurkaan dan malapetaka. Dengan dibakarnya patung ini, diharapkan sifat keangkaramurkaan dan malapetaka bisa lenyap dari bumi pertiwi. Prosesi kirab ini diikuti oleh seluruh elemen masyarakat Wonosari, diawali dengan kirab sesaji dari lapangan desa setempat kemudian diarak berjalan menuju ke pesarean. Di akhir prosesi, patung sangkala dibakar oleh Kepala Desa Wonosari, sementara pengusung patung, yang memakai pakaian serba hitam, menari-nari layaknya kesetanan.

Melihat potret suasana tersebut, Pesarean Gunung Kawi lebih mirip pasar raya dari pada sebuah kompleks pemakaman. Pertunjukan wayang
kulit, musik dangdut, serta barongsai pun ikut meramaikan suasana. Kesan seram, angker, dan tempat mencari kekayaan yang seperti yang dibayangkan, pada saat itu seolah tenggelam oleh hingar-bingar para pengunjung.

Ketika zaman berubah, motif spiritual juga terus bergeser. Dengan dalih estetika, nampaknya pihak pemerintah daerah setempat merasa perubahan 'tampilan' upacara ritual sudah merupakan kebutuhan. Dengan diciptakannya upacara ritual yang semakin meriah. Banyak yang bernilai jual di sana-sini. Fungsi latennya sudah bisa ditebak, yaitu agar upacara ritual bisa lebih enak ditonton, berselera pasar, dan selanjutnya bisa mendongkrak pendapatan daerah (marketable). Tak peduli apakah kreasi ini meninggalkan sisi nilai-nilai ritual atau mengabaikan makna bagi komunitas pemiliknya. Kondisi semacam ini menurut Theodore Adorno dan Horkheimer bisa disebut sebagai komodifikasi budaya (Agger, 2006: 179). Kedua tokoh aliran sosiologi kritis asal Jerman ini melihat bahwa budaya di era kapital serta industrialisasi ini telah menjelma sebagai sebuah komoditas. Artinya, suatu fenomena budaya akan diproduksi terus menerus dan dimodifikasi untuk memperoleh keuntungan.


Etnis Tionghoa dan Pesan Multikultural
Dengan berjalannya waktu, sekarang boleh dibilang lebih banyak masyarakat Tionghoa yang datang berziarah daripada masyarakat Jawa sendiri. Bahkan dalam hari-hari tertentu, seperti hari raya Imlek dan Tahun Baru [Salah Satu Agama Di Indonesia], jumlah masyarakat Tionghoa yang datang berziarah jauh lebih banyak daripada masyarakat Jawa sendiri.

Keikutsertaan warga Tionghoa dalam lingkungan perziarahan di Pesarean Gunung Kawi sebenarnya dimulai dari seorang yang bernama Tan Kie Lam. Pada waktu itu ia sempat diobati dan disembuhkan oleh Eyang Sujo berkat air guci wasiat peninggalan Eyang Jugo. Kemudian, Tan Kie Lam pun ikut berguru di padepokan gunung kawi dan tinggal di sana. Sebagai seorang Tionghoa, ia mungkin merasa kurang pas dengan ikut cara ritual masyarakat Jawa. Akhirnya, ia mendirikan sebuah "kelenteng kecil"-nya sendiri untuk bersembahyang dan untuk menghormati kedua almarhum gurunya.

Tetapi yang membuat Pesarean Gunung Kawi ini terkenal adalah seorang Tionghoa yang kemudian menjadi pediri perusahaan rokok Bentoel - sebuah perusahaan rokok besar yang pernah berdiri di Malang. Konon, sang pendiri PT. Bentoel ini, ketika itu datang untuk berguru olah- kanuragan di padepokan Gunung Kawi. Tetapi oleh sang juru kunci niat itu ditolak dengan alasan bahwa ia tidak pantas menjadi seorang pendekar, tetapi lebih cocok menjadi pedagang saja. Sang juru kunci lantas menyarankan ia pulang saja, sambil membekalinya dua batang bentoel (umbi-umbian).

Sesampai di rumah, ia berpikir bahwa oleh-oleh dua batang bentoel ini pasti punya arti. Akhirnya, ia menggunakan Cap Bentoel sebagai merk usahanya. Berkat kegigihan dan kerja kerasnya, perusahan rokok Cap Bentoel maju pesat. Dan sebagai tanda terima kasih dan baktinya terhadap Eyang Jugo dan Eyang Sudjo, ia membagun jalan dan prasarana- prasarana di kompleks Pesarean Gunung Kawi tersebut.

Rupanya, kabar hubungan antara kesuksesan Rokok Bentoel dan pesarean Gunung Kawi dengan cepat menyebar luas di kalangan masyarakat Tionghoa. Akibatnya banyak masyarakat Tionghoa berbondong-bondong datang ke sana. Selain mengikuti upacara ritual standar [Salah Satu Agama Di Indonesia]-Kejawen yang dilakukan oleh para juru kunci makam, para peziarah Tionghoa juga melakukan ritual tionghoanya. Segera saja klenteng kecil buatan Tan Kie Lam dirasa tak bisa lagi menampung membanjirnya kaum Tionghoa yang ingin bersembahyang. Untuk itu dibangunlah tiga buah kelenteng kecil yang letaknya lebih dekat lagi dengan makam. Di ketiga kelenteng ini diisi oleh Dewa Bumi Ti Kong, Dewi Kwan Im, dan kelenteng khusus untuk Ciam-si (ramalan). Sering terlihat lilin-lilin merah besar yang tingginya 2m atau lebih berjejalan memenuhi kelenteng ini. Di atas sampul plastik lilin-lilin tersebut biasanya tertulis permohonan dari perusahaan atau keluarga tertentu. Sedangkan di areal pesarean dibangun sebuah masjid yang cukup megah, yang menurut petugas pemandu merupakan sumbangan seorang konglomerat di Indonesia.

Memang, kecuali dalam pendopo makam, di hampir semua tempat di kompleks makam yang dikeramatkan oleh masyarakat Jawa, seperti Padepokan Eyang Iman Sujono, bekas rumah tinggal Tan Kie Lam, dan pemandian Sumber Manggis, semuanya juga diletakkan altar ritulal khas Tionghoa. Bahkan kedua Eyang mendapat julukan dalam bahasa Tionghoa. Eyang Djego disebut Taw Low She atau Guru Besar Pertama, sedangkan Djie Low She atau Guru Besar Kedua adalah sebutan untuk Eyang Iman Sujo.

Hasil akhirnya, sekarang kompleks pesarean Gunung Kawi menjadi tempat percampuran budaya dan ritual khas Jawa dan Tionghoa. Bagi mereka yang pertama kali datang ke gunung kawi pastilah akan mengkerutkan dahi melihat apa yang terjadi di sini.

Adalah menjadi pemandangan rutin di kelenteng Gunung Kawi bila melihat seorang Jawa bersarung dan bertopi haji dengan khitmatnya bersoja dengan hio di tangan, sementara di sampingnya seorang ibu berkerudung sedang dengan penuh konsentrasi mengocok bambu ramalan (ciam-si). Dan kalau diperhatikan, ternyata para `petugas kelenteng' gunung Kawi ini pun ternyata kebanyakan adalah warga Jawa.

Pada setiap upacara perayaan ritual, setelah lepas malam, para peziarah Jawa dan Tionghoa larut dalam kegiatannya. Mereka berjalan berlawanan arah jarum jam mengelilingi pendopo sebanyak tujuh kali, dengan setiap saat berhenti di depan pintu sisi utara, timur, selatan dan barat, sambil menghormat ke dalam makam.

Sementara itu, di dalam pendopo makam dipenuhi para peziarah Jawa dan Tionghoa yang memiliki niatan khusus. Sambil membawa bunga dan kemenyan, mereka dengan sabar menunggu giliran didoakan di depan nisan oleh para asisten juru kunci. Setelah doa dalam bahasa Jawa dan Arab digumamkan, biasanya para peziarah akan mendapat "bunga layon" (bunga layu) yang sudah ditaburkan dari makam. Khabarnya bunga tersebut memiliki khasiat pembawa rezeki dan pengobatan. Uniknya, banyak peziarah yang menempatkan bunga tersebut di kantong merah dan kuning yang bergambar lambang Pakua dan bertuliskan huruf Tionghoa. Yang merah cocok untuk ditempatkan di tempat usaha, sedangkan yang kuning di bawa pulang untuk digantung di dalam rumah.

Berbaurnya unsur budaya dalam sebuah ritual antara budaya Jawa dan Tionghoa ini terlihat mencolok lagi pada peringatan Malam Satu Suro lalu. Dalam kompleks pemakaman tersebut, tempat pertunjukan wayang kulit dengan lakon tertentu sering dipesan oleh warga Tionghoa sebagai hajat nadarnya. Sedangkan pada acara yang sama beberapa warga masyarakat Jawa berpartisipasi memberikan angpau atau malah menjadi bagian dari penari barongsai yang sedang beraksi.

Dalam kacamata budaya, ada hal yang menarik dalam fenomena ini. Mayoritas pelaku ritual adalah penduduk asli yang berpakaian adat Jawa Timuran sambil membawa tandu-tandu berisisi aneka sesembahan, namun di tengah iring-iringan warga Jawa dan Tionghoa yang juga diiringi tarian Jawa ini menyelip juga barongsai, tarian singa khas Tionghoa. Entah apakah peristiwa semacam ini pernah terlintas di benak oleh Eyang Jugo dan Eyang Iman Sujo semasa hidupnya. Tapi yang jelas, upacara semacam ini dapat menjadi pemersatu antaretnis yang membawa pesan multikultural, yakni kerukunan dan perdamaian[/float]

credit to mandevu @kaskus
 
Last edited by a moderator:

Janggawareng

Babu Elite
Level 2
Alas Roban (Jawa Tengah)
diambil dari kaskus.us


Meski terkenal sebagai kawasan hutan jati ‘spooky' di Jawa Tengah [‘kompetitor' lain adalah Alas Purwo di Jawa Timur], tempat ini punya kenangan tersendiri bagi saya. Khususnya di ‘zaman silam', ketika ruas baru Alas Roban yang dibangun Pemerintah Indonesia belum ada. Semua jenis kendaraan, mulai bus umum, truk sampai kendaraan pribadi harus melintasi rute ini.

Salah satu kebiasaan yang dilakukan orangtua saya ketika kami -putra-putrinya-masih kecil adalah berwisata dengan mobil pribadi dari Jawa Timur ke Jawa Tengah saat liburan sekolah anak-anak. Dan itu artinya melintasi rute sepanjang Pantura dari Surabaya sampai Semarang, ditambah Jogjakarta, Solo sampai Temanggung dan Parakan.

Salah satu rute favorit kami sebagai anak-anak di bawah limabelas tahun adalah Alas Roban, lengkap dengan segala kisah ‘spooky' yang dimilikinya. Seperti kondisinya sebagai bagian dari Grote Postweg, jalanan licin tanpa penerangan di malam hari dengan lintasan berliku-liku alias meliuk-liuk yang bisa bikin perut mual, sampai begal atau rampok yang menunggu di tempat-tempat strategis.

Termasuk juga ‘wingitnya' atau seramnya si hutan sendiri dalam deskripsi visual. Sebelum masuk hutan dan sesudah keluar hutan, terdapat begitu banyak resto dan warung makanan. Termasuk sate kambing muda Subali di daerah Subah yang cukup terkenal itu. Tapi begitu masuk hutan sejauh 1 km, tak ada warung apapun yang bisa dijadikan tempat ‘ngiras' atau mengudap makanan.

Sementara barang dagangan yang banyak di-display dekat warung dan resto adalah balok kayu pengganjal ban tru atau bus. Ini semacam inidkasi, di dalam hutan nantinya akan banyak dijumpai tanjakan dan turunan yang memerlukan balok kayu sebagai ganjalnya.

Itu sebabnya, ayah saya merasa wajib -dalam pandangan anak-anaknya-untuk melintasi rute hutan jati sekitar 17 km ini pada saat "isih ana srengenge" alias pagi atau siang di saat matahari terang-benderang. Parah-parahnya, saat senja sebelum Maghrib adalah waktu paling malam, di saat bayang-bayang batang-batang jati terlihat makin rapat di permukaan tanah.

Harus pula diusahakan agar mobil kami tak merapat pada ekor truk atau bus saat menanjak, karena kemungkinan bahaya gagal menanjak. Akibatnya tentu berbahaya bagi kami sebagai mobil di belakangnya.

Kejadian ‘seram' tapi seru terjadi pada suatu ketika, saat kami sekeluarga mesti ‘bermalam' di Alas Roban. Padahal saat itu, pada 1980-an beredar rumor bahwa orang-orang yang menjadi target penembak misterius [petrus] dibuang ke sini begitu saja, setelah sukses dieksekusi.

Saat itu, kami sekeluarga melakukan trip Semarang - Batang untuk menengok adik ibu saya tercinta. Rutenya: Semarang-Kaligawe-Kendal-Kaliwungu sampai Banyuputih-Subah-Alas Roban-Tulis-Batang. Keasyikan berhenti sana-sini untuk wisata kuliner sepanjang jalan, membuat kami harus masuk kawasan hutan saat waktu menunjukkan pukul 17.00.

Niat bapak saya tercinta tentulah melaju dalam batas kecepatan aman tapi secepatnya sampai ke Batang. Tapi baru jalan setengah km, kami menjumpai antrean tak alang kepalang panjangnya. Sampai 2 km ke depan.

Sepupu dan adik laki-laki saya bersama oom-pun turun mobil dan berjalan kaki untuk melihat ada apakah gerangan. Ternyata ada truk pengangkut bilah-bilah baja terbalik dan seluruh isinya tumpah! Kondisi ini kontan membuat kemacetan di dua arah.

Dan seluruh mobil mesti berhenti total selama tak kurang dari 4 jam! Yang membuat kami merasa beruntung, lalu-lintas saat itu sangat ramai. Mobil-mobil pribadi nyelip di tengah-tengah bus dan truk. Orang-orang setempat -padahal di terang hari, kami belum pernah melihat ada desa di dalam kawasan hutan-menjual makanan dadakan, seperti indomie rebus, teh dan kopi.

Lalu korban kemacetan pun -yaitu semua penumpang dan sopir mobil, truk dan bus-banyak yang saling tukar info dan ngobrol seperlunya sembari duduk-duduk menunggu di pagar baja pembatas jalan raya dengan tebing dan jurang.

Di saat itulah, ayah saya berkisah soal kerja rodi di masa pembuatan de Grote Postweg. Ruas Alas Roban merupakan salah satu tempat di mana banyak pekerja menjadi korban karena ganasnya medan. Mereka mesti bahu-membahu menata batu naik turun bukit yang konturnya meliuk-liuk. Setelah sebelumnya harus ‘membelah' hutan dan menancapkan tonggak atau patok-patok penanda bakal jalan yang akan dibuat.

Masa sekarang, pengguna rute Alas Roban sudah dapat menikmati jalan baru yang dibuat Dinas Pekerjaan Umum/DPU. Mobil-mobil pribadi diarahkan ke jalan baru, sedang bus dan truk tetap menggunakan rute asli atau orisinal buatan bangsa kita di bawah perintah Gubernur Jendral Daendels. Meski begitu, ‘keganasan' trek lama Alas Roban serta jalurnya yang meliuk-liuk tak terlupakan.

Ada perasaan yang sulit saya lukiskan saat berhenti sejenak di rute orisinal de Grote Postweg bersama wikimuwan dan wikimuwati dalam rangka mengikuti Rally de Blogger Postweg. Tulisan ini saya dedikasikan kepada mereka. Para pekerja yang mewujudkan Jalan Raya Pos Anyer-Panarukan. Rute ini tetap menjadi urat nadi perekonomian sampai sekarang.
 
Last edited:

sped64

PAUD
Level 1
RUMAH PONDOK INDAH



Lokasi : Jln. Metro Pondok Indah, Jak-Sel
Fenomena : Penampakan hantu bapak-bapak dan perempuan.

Sejarah :


DETAILS: HIDE

Masih ingat ramainya pembicaraan di akhir September 2002 tentang hilangnya seorang tukang nasi goreng di depan rumah kosong ini? Kejadian ini jadi menghebohkan karena di depan rumah tersebut hanya tertinggal gerobak nasi gorengnya. Konon katanya, malam sebelum hilang tukang nasi goreng tersebut hendak mengantar nasi goreng yang dipesan oleh seorang perempuan ke dalam rumah. Namun, ia tak pernah keluar lagi. Mengenai sejarah rumah itu, konon seisi keluarga pemilik rumah ini tewas dalam peristiwa perampokan bermotif persaingan bisnis. Sejak itu, banyak orang yang lewat kerap melihat jelmaan hantu seperti hantu bapak-bapak dan hantu perempuan. Namun, akhir-akhir ini sudah tidak banyak kejadian horor yang dilaporkan terjadi di rumah ini. Bahkan beberapa waktu lalu, rumah ini sempat dijadikan tempat bermalam para tunawisma.

Sekitar tahun 2002, Nurdin (32), penjual gulai dan soto di sekitar Pondok Indah, mengaku pernah melihat hantu yang menyerupai bapak-bapak hilir-mudik di halaman depan rumah ini.

sumber :



DETAILS: SHOW
 

Janggawareng

Babu Elite
Level 2
Kera Mistik di Kanoman Plangon (Desa Sumber - Cirebon)
Sumber harian pos metro balikpapan


KRAMAT (makam) Kanoman Plangon di desa Babakan, Cirebon punya keunikan dibanding lokasi peziarahan lain. Di tempat yang sekaligus jadi obyek wisata ini, terdapat ribuan ekor kera tersebar di berbagai lokasi. Saking banyaknya dan terdorong naluri mempertahankan diri, kera-kera itu menghimpun diri dalam beberapa kelompok.

Menurut pandangan awam, kera-kera itu satwa biasa. Tapi menurut kacamata paranormal dan ‘orang pintar’, satwa berekor panjang ini sebagian terdiri siluman. Dari cerita turun-temurun, monyet-monyet ini berasal dari peliharaan Pangeran Kejaksaan. Ketika pangeran ini meninggal, kera-kera itu masih menetap di Kanoman Plangon, kemudian beranak pinak mencapai ribuan.

Apabila kita mulai menginjakkan kaki di kompleks Kramat, langsung akan disambut para ‘monyet’ ini. Agar mereka jadi sahabat, berilah mereka oleh-oleh beberapa ikat kacang rebus. Karena memang sudah terbiasa, mereka tak risih lagi berdekatan dengan manusia. Kalau pun ada yang hanya duduk-duduk, mereka selalu memandangi kita seolah-olah ingin menyapa atau mengajak bicara.

Komunitas kera ini dibagi menjadi 3 geng besar. Menetap di kompleks bagian barat, tengah dan timur. Masing-masing anggota kelompok tahu diri dengan tidak merambah daerah tetangganya. Plangon tak bedanya dengan ‘Keraton Kera’. Seperti umumnya kerajaan, kera-kera itu juga punya raja. Raja mereka berpostur tinggi besar dibanding rata-rata monyet. Sehari-hari hanya ongkang-ongkang di atas pucuk pohon jambu mengawasi rakyatnya. Jurukunci makam menamai raja kera itu dengan Werman. Sedang dua panglima-nya dinamai Dorji dan Acing.

Meski kera, ternyata mereka punya ‘konstitusi’. Namanya juga kera, setiap tahun jabatan raja diperebutkan melalui duel keroyokan tanpa aturan. Mereka yang bisa mendominasi dan memenangkan cakar-cakaran, otomatis menjadi raja. Pertanyaan dalam fit and propper test-nya barangkali justru begini : “Apakah sudah pernah mbrakot kera lain?”

Kalau sudah calon ini pasti okey. Tapi kalau belum, no way!

Selama 3 kali ‘pemilu’, Werman keluar sebagai pemenang. Hingga sekarang, dia masih berkuasa. Soal istri, Werman tak perlu susah-susah mencari. Kapan dan di mana saja, dia bisa memilih sendiri. Maka di ‘Keraton Kera’ Plangon, tidak ada istilah permaisuri.

Karena sekti dan kebal gigitan, Werman dianggap bukan sembarang ‘monyet’. Banyak yang menilai sebagai kera siluman. Anggapan itu setidaknya diberikan Kang Bani, paranormal desa Sumber, tak jauh dari Babakan. “Sebagian dari kera-kera itu adalah siluman. Berasal dari jadi-jadian pesugihan, termasuk Werman, Dorji dan Acing,” jelas Kang Bani.

Karena kekuatannya, Werman amat disegani warga kera. Bahkan manusia pengganggu ‘keraton’-nya akan dilabrak habis-habisan. “Pernah suatu kali ada warga mengambil seekor anak monyet. Karena ketahuan anggota ‘biro intelijen’ kera, Werman dan dua panglimanya langsung turun tangan sendiri menuntaskan masalah. Orang itu dikeroyok hingga luka berat. Beberapa hari dirawat di salah satu rumah sakit di Cirebon, akhirnya tewas,” kata Kang Bani.

Pernah ada warga Bandung bisa lolos membawa seekor anak monyet. Tapi beberapa hari kemudian balita kera itu dikembalikan ke Kramat Kanoman Plangon. Pasalnya, tiba-tiba seluruh anggota keluarganya menderita sakit. Percaya atau tidak, kera-kera itu ternyata punya kekuatan mistik.
 
Last edited:

Janggawareng

Babu Elite
Level 2
Leganda Ikan Keramat di Kaki Gunung Ciremai (Kuningan - Jawa Barat)
diambil dari ikadanewsonline.com



Kolam Keramat Cigugur terletak sekitar tiga kilometer dari ibukota Kabupaten Kuningan. Secara geografis, ”balong” itu masuk wilayah Kelurahan Cigugur. Menurut cerita yang berkembang dan dipercaya oleh masyarakat setempat, sebelum lahir nama Cigugur, tempat itu acap disebut dengan nama Padara. Istilah ini diambil dari nama seorang tokoh masyarakat, yaitu Ki Gede Padara, yang memiliki pengaruh besar di desa itu. Konon Ki Gede Padara lahir sebelum Kerajaan Cirebon berdiri.

Menurut perkiraan, tokoh yang menjadi cikal bakal masyarakat Cigugur ini lahir pada abad ke-12 atau ke-13. Pada masa itu, beberapa tokoh yang sezaman dengannya sudah mulai bermunculan, di antaranya Pangeran Pucuk Umun dari Kerajaan Talaga, Pangeran Galuh Cakraningrat dari Kerajaan Galuh, dan Aria Kamuning yang memimpin Kerajaan Kuningan. Berdasarkan garis keturunan, keempat tokoh tersebut masih memiliki hubungan persaudaraan. Namun dalam hal pemerintahan, kepercayaan, dan ajaran yang dianutnya, mereka memiliki perbedaan. Pangeran Pucuk Umun, Pangeran Galuh Cakraningrat, dan Aria Kamuning menganut paham aliran ajaran agama Hindu. Sedangkan Ki Gede Padara tidak menganut salah satu ajaran agama.

Pada abad ke-14 di Cirebon lahir sebuah perguruan yang beraliran dan mengembangkan ajaran agama [Salah Satu Agama Di Indonesia]. Tokoh yang mendirikan perguruan tersebut ialah Syech Nurdjati. Selain Syech Nurdjati, Sunan Gunungjati pun memiliki peran yang besar dalam pengembangan perguruan [Salah Satu Agama Di Indonesia] di tanah Caruban itu. Sebagai kuwu pertama di Dusun Cigugur diangkatlah Ki Gede Alang-Alang. Hingga wafatnya, beliau dimakamkan di Kompleks Masjid Agung. Di usia tuanyan, Ki Gede Padara punya keinginan untuk segera meninggalkan kehidupan fana. Namun, ia sendiri sangat berharap proses kematiannya seperti layaknya manusia pada umumnya. Berita tersebut terdengar oleh Aria Kamuning, yang kemudian menghadap kepada Syech Syarif Hidayatullah. Atas laporan itu, Syech Syarif Hidayatullah pun langsung melakukan pertemuan dengan Padara. Syech Syarif Hidayatullah merasa kagum dengan ilmu kadigjayan yang dimiliki oleh Ki Gede Padara.

Dalam pertemuan itu Padara pun kembali mengutarakan keinginannya agar proses kematiannya seperti layaknya manusia biasa. Syech Syarif Hidayatullah meminta agar Ki Gede Padara untuk mengucapkan dua kalimat syahadat, sebagai syaratnya. Syarat yang langsung dipenuhi Ki Gede Padara. Namun, baru satu kalimat yang terucap, Ki Gede Padara sudah sirna. Setelah Ki Gede Padara menghilang, Syech Sarif Hidayatullah bermaksud mengambil air wudhlu. Namun, di sekitar lokasi tersebut sulit ditemukan sepercik air pun. Dengan meminta bantuan ***** SWT, dia pun menghadirkan guntur dan halilintar disertai hujan yang langsung membasahi bumi. Dari peristiwa inilah kemudian sebuah kolam tercipta. Namun, masyarakat setempat tidak tahu menahu kapan persisnya kolam tersebut dibangun. Satu hal pasti, kolam tersebut dianggap keramat. Apalagi setelah kolam ”ditanami” ikan kancra bodas.

Pengeramatan tersebut juga dilakukan oleh masyarakat terhadap ikan sejenis yang hidup di kolam Darmaloka, Cibulan, Linggarjati, dan Pasawahan. Maksud pengkeramatan terhadap ikan langka tersebut tidak lain bertujuan untuk menjaga dan melestarikannya dari kepunahan akibat ulah manusia. Ada hal aneh yang sampai kini masih terjadi atas ikan-ikan itu: Jumlahnya dari tahun ke tahun tak pernah bertambah atau pun berkurang. Seolah ikan-ikan tersebut tidak pernah mati atau menurunkan generasi dan keturunan. Komunitas ikan kancra bodas ini tak dapat ditemui selain di kolam-kolam keramat yang ada di Kabupaten Kuningan. Keanehan lainnya terlihat dari polah tingkah laku mereka yang sangat akrab dengan manusia. Bila kolam dibersihkan, masyarakat sekitar sering melihat bahwa ikan-ikan yang ada di kolam tersebut menghilang. Mereka percaya bahwa ikan-ikan tersebut berpindah lokasi ke kolam-kolam keramat lainnya yang ada di Kuningan. Wallahhualam.
 
Last edited:

Janggawareng

Babu Elite
Level 2
Pelabuhan Ratu (Sukabumi - Jawa Barat)
diambil dari pantai.org

Pantai Pelabuhan Ratu Terletak di Kecamatan Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat, Indonesia. Tepatnya di Selatan Pulau jawa, atau Kota Sukabumi Ke selatan kira-kira 60km. Pantai pelabuhan ratu sangat cocok untuk kegiatan olahraga surfing karena memiliki ombak yang besar dan ketinggian gelombang yang stabil. Dengan kondisi air yang seperti itu, maka di pantai ini terdapat beberapa tempat surfing yang sering dikunjungi wisatawan, yaitu Batu Guram, Karang Sari, Cimaja, Karang Haji, Indicator, Sunset Beach, Ombak Tujuh, dan Ujung Genteng. Beberapa tempat surfing tersebut ramai dikunjungi para wisatawan tepatnya pada bulan Mei hingga Oktober, saat kondisi ombak sedang tinggi.

Pantai ini memiliki keindahan batu karang yang menjorok ke laut, banyak kegiatan yang bisa dilakukan pengunjung seperti memancing atau bersantai menikmati percikan air dari pantai sambil memandang kapal-kapal nelayan. Pengunjung juga bisa melihat pendaratan kapal nelayan sepulang dari melaut, dapat berkunjung ke tempat pelelangan ikan sekitar pukul 11.00—13.00 WIB. Pada jam-jam tersebut biasanya para nelayan sedang mendaratkan kapal-kapalnya. Ada petualangan menarik lainnya, sebagai sarana belajar dan pengetahuan, bahwa Pantai Palabuhanratu juga dikenal sebagai tempat bertelur dan berbiaknya penyu yang jampir punah, karena ulah manusia yang tidak bertanggung jawab yang sering menangkap penyu-penyu tersebut untuk tujuan tertentu.

Fasilitas pantai pelabuhan ratu sangat lengkap, dari hotel mewah hingga losmen kecil di daerah pantai.Kawasan wisata ini juga dilengkapi dengan tempat pelelangan ikan (TPI) yang menjual berbagai macam ikan laut seperti cakalan, layur, cumi-cumi, bawal, udang, dan lain-lain dalam kondisi masih segar. Pelancong dapat membawa pulang ikan-ikan laut itu untuk oleh-oleh keluarga di rumah.

Masyarakat pantai selatan khususnya Palabuhanratu percaya adanya penguasa laut selatan yaitu Ratu Kidul. Wisatawan dapat menjajal aura mistik yang terdapat di Samudera Beach Hotel yang berada sekitar 300 meter dari pantai ini. Di dalam hotel itu terdapat cerita mistik tentang keberadaan kamar No. 13 yang konon menjadi persinggahan Ratu Laut Selatan, “Nyai Roro Kidul”. Kamar ini sering dijadikan sebagai tempat bersemedi meminta ketenangan batin dan berkah dalam hidup. Di kamar itu, wisatawan juga boleh melakukan semedi atau sekedar melihat-lihat suasana kamar yang disakralkan tersebut. Begitu memasuki ruangan itu, pelancong akan dikejutkan dengan suasana mistik dan desain ruangan yang didominasi dengan warna hijau. Konon, warna itu merupakan kesukaan Nyi Roro Kidul. Selain warnanya, aksesoris-aksesoris di kamar itu juga menggambarkan suasana Istana Pantai Selatan yang cukup megah.

 
Last edited:

Janggawareng

Babu Elite
Level 2
Gunung Salak, Jawa Barat
diambil dari okezone dan kaskus


Gunung yang menjadi lokasi jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 ini dikenal sebagai tempat yang menyimpan banyak misteri. Pesawat Sukhoi yang jatuh pada 9 Mei 2012 bukanlah pesawat pertama yang jatuh di gunung ini. Sebelumnya, sudah ada enam kali pesawat jatuh di kawasan Gunung Salak.

Gunung yang menjadi wisata pendakian ini juga kerap menuai kisah misteri dari para pendakinya. Banyak pendaki yang mendengar suara gamelan atau bahkan hingga melihat penampakan mahluk halus saat mendaki Gunung Salak. Bahkan, tidak sedikit pendaki yang hilang di Gunung Salak.

Selain pendakian, tempat wisata lain di Gunung Salak juga dianggap mistis, contoh Kawah Ratu dan Curug Seribu yang juga banyak menelan korban. Tak sedikit wisatawan tewas karena keracunan belerang di Kawah Ratu atau tenggelam saat berenang di kolam Curug Seribu. Hal ini mengundang banyak cerita misteri di Gunung Salak.

GUNUNG Salak, lokasi jatuhnya Pesawat Sukhoi Superjet-100, dikenal sebagai tempat penuh mitos, misteri, dan legenda. Apa yang menyebabkan tujuan wisata alam ini dianggap demikian?

Bagi masyarakat Sunda yang tinggal di sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Gunung Salak memiliki makna tersendiri. Gunung ini diyakini oleh masyarakat sekitar sebagai tempat bersemayam dan turunnya para batara atau dewa dari kahyangan. Untuk itu, masyarakat Sunda klasik sering menyebut gunung ini sebagai kabuyutan. Peran gunung sebagai kabuyut dapat dilihat dari cerita-cerita rakyat dan tuturan para pini sepuh.

Oleh masyarakat adat yang tinggal di Desa Giri Jaya, Gunung Salak merupakan kawasan yang penting karena menjadi asal usul daerah dan kehidupan mereka. Gunung Salak juga menyimpan banyak misteri kehidupan, di mana masyarakat meyakini bahwa siapa saja yang dapat menemukan atau mengerti rahasia di dalamnya akan menjadi manusia arif.

Masyarakat adat ini setiap tahunnya sering menggelar acara-acara seremonial tradisi, seperti seren taun, muludan, dan lain-lain. Ritual digelar di Gunung Salak karena gunung ini sangat dihormat oleh masyarakat setempat.

Gunung Salak juga dikenal sebagai destinasi wisata pendakian oleh para wisatawan pencinta alam. Gunung ini memang tidak setinggi Gunung Gede-Pangrango yang juga ada di Jawa Barat. Namun karena mitos dan keangkerannya, gunung ini menjadi sulit untuk didaki.

Gunung Salak dapat didaki dari beberapa jalur, yakni jalur Wana Wisata Cangkuang Kecamatan Cidahu Kabupaten Sukabumi, Wana Wisata Curug Pilung, Cimelati, Pasir Rengit, dan Ciawi. Belum lagi jalur-jalur tidak resmi yang dibuka para pendaki ataupun masyarakat sekitar.

Banyaknya jalur menuju puncak Gunung Salak dan saling bersimpangan tentu membingungkan para pendaki. Banyak di antaranya yang kemudian tersasar dan menghilang.

Banyak jalur pendakian, maka banyak pula mitos atau kisah yang menyelimuti Gunung Salak. Selain itu, kawasan ini juga dianggap suci oleh masyarakat Sunda wiwitan karena dianggap sebagai tempat terakhir kemunculan Prabu Siliwangi.

Banyak pendaki mengaku mendengar gamelan atau melihat penampakan saat mendaki Gunung Salak. Karena itu, disarankan untuk tidak mengucapkan kata-kata kotor atau kasar selama perjalanan untuk menghindari gangguan mahluk halus yang menjadi penunggu, menurut kepercayaan penduduk setempat.

Tidak sedikit pendaki yang ditemukan tewas di Gunung Salak, termasuk beberapa pesawat lain sebelum Sukhoi Superjet-100. Mungkin inilah yang membuat suasana Gunung Salak terasa angker.
 
Last edited:

Janggawareng

Babu Elite
Level 2
Kekuatan Mistis Gunung Merapi
Sumber : pos metro balikpapan



NAMA gunung Merapi sudah cukup populer di telinga masyarakat Indonesia. Sesuatu yang berkaitan keberadaan gunung Merapi kerap dikaitkan dengan hal-hal berbau misteri, di antaranya keberadaan makhluk-makhluk gaib penguasa dan penghuni gunung Merapi. Hal ini tidaklah berlebihan, karena hasil investigasi membuktikan bahwa masyarakat setempat yakin kalau penghuni dan penguasa gunung Merapi memang ada. Mereka memanggilnya dengan sebutan Eyang Merapi. "Bapak lihat bukit kecil di atas itu? Itu namanya gunung Wutah, gapuranya atau pintu gerbangnya kraton Eyang Merapi". Sebaris kalimat dengan nada bangga itu meluncur begitu saja dari Bangat, seorang penduduk asli Kinahrejo Cangkrinagan Sleman, sesaat setelah kami menapaki sebuah ara tandus berbatu tanpa hiasan pepohonan sebatang pun.


Masyarakat setempat meyakini, kawasan wingit yang diapit oleh dua buah gundukan kecil itu memang dikenal sebagai pelatarannya keraton Eyang Merapi. Untuk naik ke sana, diingatkan agar uluk salam, atau sekadar minta permisi begitu di atasnya. "Kulo nuwun Eyang, kulo ingkang sowan, sumangga silakna rikma niro," imbuh istri Bangat, Suharjiyah, sembari menuntun kami untuk menirukan lafal tersebut.

Tenyu saja, imbauan sepasang suami istri yang tubuhnya kian keriput dimakan usia itu bukan tanpa alasan. Menurutnya, sang penguasa kraton Merapi sangat tersinggung bila ada pendatang baru yang neko-neko (berbuat macam-macam), pethakilan (bertingkah tidak senonoh) tanpa memberi uluk salam (permisi). Hal-hal tersebut jika dilanggar akibatnya akan sangat fatal. "Mereka yang sama sekali tidak mengubris pakem kultur tersebut jelas akibatnya akan fatal, biasanya akan tersesat hingga kecebur jurang," tegas Bangat.
Satu hal yang perlu diingat, setiap pendatang baru di kawasan Kinahrejo niscaya bakal celaka bila sampai menyakiti hati penduduk setempat. "Nantinya bisa-bisa kuwalat jadinya," imbuh Bangat. Sekejam itukah? "Sebenarnya sih enggak. Cuma memang, Eyang Merapi itu nggak suka kalau kampung sini (Kinahrejo, Red) jadi sasaran perbuatan yang nggak terpuji. Masalahnya, warga sini sebetulnyakan masih termasuk rakyatnya kraton Eyang Merapi. Nggak percaya? Coba saja Bapak perhatikan dan tanyakan kepada warga sini, apa pernah wilayah ini terkena semburan lahar panas Merapi? Pasti jawab mereka tidak," terang Bangat.

Ditambahkan, beberapa warga setempat menggambarkan sosok penguasa kraton Merapi dengan makhluk yang menyeramkan, namun berhati mulia dan tidak bermaksud jahat, "Dia adalah pengayom masyarakat setempat," tandas Suharjiyah. Besarnya rasa percaya masyarakat setempat terhadap keberadaan Eyang Merapi membuat mereka yakin bahwa akan hal-hal yang mistis yang terjadi menimpa masyarakat. Misalnya, pintu gerbang kramat, penduduk yang tinggal di lereng gunung Merapi itu percaya bahwa pintu gerbang tersebut penangkal dari segala marabahaya.

Pintu gerbang yang berdiri selama 9 abad itu nyaris pernah tersentuh bencana gunung Merapi. Padahal secara teknis daerah tersebut termasuk daftar daerah bahaya. Hal itu juga tak lepas dari keberadaan dua buah bukit (Wutah dan Kendit) yang berfungsi sebagai benteng desa-desa sekitar Kinahrejo. "Bukit Kendit maupun bukit Wutah itu kan masih masuk dalam wilayah kekuasan Eyang Merapi. Itukan pasebannya (tempat untuk menghadap raja) kraton Eyang Merapi. Jadi nggak mungkin Eyang akan tega membinasakan orang yang memang sudah lama mendiami tempat sekitar itu," Bangat menjelaskan lebih jauh. Memang, dibandingkan penduduk desa lainnya, nasib penghuni desa Kinahrejo dan sekitarnya termasuk yang beruntung. Selain merupakan desa yang nyaris selalu luput dari ancaman bahaya lahar panas Merapi, desa yang konon termasuk desa kesayangan Eyang Merapi itu juga menjadi sebuah reresentasi dari sebuah suasana kehidupan yang serba nyaman dan tentram.

Tak aneh kalau dikemudian hari kerap muncul sindirin dikalangan penduduk setempat kepada warga diwilayah barat daya gunung Merapi yang kerap jadi langganan bencana lahar. "Kalau ingin hidup tenang tentram, pindahlah kemari. Eyang Merapi kan selalu melindungi kami," ujar Wardiyah, salah seorang warga yang mengaku penduduk asli desa Kinahrejo.
Ucapan Wardiyah tersebut memang ada benarnya. Penduduk desa Kinahrejo seolah telah mendapat garansi dari Eyang Merapi. Pendek kata, selagi mereka patuh terhadap segala peraturan yang ada misalnya selalu mempersembahkan bulu bekti berupa persembahan sesajian serta selalu melakukan ritual labuhan setiap tahunnya, mereka yakin dan optimis bahwa mereka akan senantiasa terhindar dari ancaman letusan Merapi.
 
Last edited:

Janggawareng

Babu Elite
Level 2
Situs Watu Celek
Pasar Keramat Cirebon - Jawa Barat
diambil dari: eko_risanto@blogspot



Hanya seonggok batu andesit warna hitam pekat. Bentuknya unik. Warga Cirebon menyebutnya batu Celek. Di sebelahnya sebuah makam tua yang tiada seorang pun tahu pusara siapa. Uniknya, batu Celek ini banyak diziarahi orang dari berbagai tempat. Di situ mereka minta agar dapat keturunan dan penglaris usaha. Uniknya lagi, ada pula wanita panggilan datang minta penglaris.

Tak disangka bila di depan pasar Kramat, Jl. Siliwangi Kota Cirebon, terdapat fenomena unik. Ada seonggok batu yang diperkirakan ada sejak zaman purba. Bila ditilik sepintas, orang bakal menyangka ia adalah sebentuk besi tua. Namun sesungguhnya, ia batu andesit yang amat keras. Orang-orang di sana menyebutnya batu Celek.

Di sebelah batu ini membujur sebuah makam tak bernama dan tak seorang pun tahu siapa pemiliknya. Para pedagang yang sudah puluhan tahun berniaga di sana mengatakan bila makam itu sudah ada dirinya kanak-kanak. Bahkan kabarnya sudah ada jauh sebelum kakek mereka lahir. Bila diistilahkan, makam tua dan batu Celek itu sudah “satu paket” dari asalnya.

Keberadaan kedua “produk” masa silam ini terasa nyaman berada di pinggir kali dan dinaungi pohon beringin yang rindang. Hanya saja, keadaan ini amat kontras dengan bangunan Bank Jabar Banten yang berdiri megah di sampingnya. Oleh karena itu, sejak 2003, batu dan makam ini dikeramik oleh manajemen Bank Jabar Banten. Sisi-sisinya pun dipagari dengan besi. Entah apa yang melatarbelakanginya. Kabarnya, manajemen bank tersebut menghormati benda itu sebagai tinggalan masa silam.

Mirip Kemaluan

Dan, inilah yang disebut-sebut unik itu. Ternyata bentuk batu ini mirip kemaluan pria. Konon, karena bentuknya yang unik itulah maka orang-orang banyak menziarahi batu dan makam ini. Parno (45), pengemudi becak yang biasa mangkal di depan pasar Kramat, mengatakan hal itu. Katanya, batu itu memang sering di ziarahi orang. Mereka datang dari berbagai tempat, baik dari Cirebon sendiri, Majalengka, Kuningan, bahkan dari Bandung.

Menurut Parno, para peziarah itu datang tidak mengenal waktu. Baik pagi, siang atau malam. “Tapi kebanyakan mereka datang ketika malam Jumat. Persisnya tengah malam,” kata Parno kepada posmo. Mereka diketahui datang dari jauh karena mobil yang digunakan berplat nomor luar kota, ujar Parno.

Susiati (40), yang membuka warung di mulut Gang Cempaka, atau persis di sebelah lokasi Batu Celek, juga mengatakan hal itu. Para peziarah yang datang biasanya malam hari. Tapi ada juga yang datang siang atau sore. “Mungkin kalau siang hari mereka malu. Sebab di sini kan banyak orang. Terutama nasabah Bank Jabar. Makanya mereka kebanyakan datang malam-malam,” katanya.

Jeng Susi – demikian wanita ini kerap disapa, menceritakan bila para peziarah itu kebanyakan pasangan suami istri yang belum mendapat keturunan. Itu terlihat dari para peziarah yang datang selalu berpasangan alias suami istri. Nah, uniknya, karena tak ada kuncen atau juru kunci makam, maka mereka berdoa di depan makam menurut cara mereka sendiri. Setelah itu mereka melemparkan atau menyawer sejumlah uang ke arah batu Celek.

Susi sendiri sering melihat ada uang ribuan bercecer di sekitar batu Celek. Bahkan ada juga yang nilainya Rp 50 ribuan. Biasanya, esoknya uang-uang itu akan dipunguti para tukang becak atau anak-anak yang sedang bermain atau kebetulan melintas dekat batu Celek. “Mereka memang bebas memunguti uang-uang kalau kebetulan menemukannya. Uang tersebut dianggap sebagai rejeki tiban,” tutur Susi.

Cerita yang satu ini cukup mengelitik. Seperti diungkap Parno yang diiyakan beberapa rekan pengemudi becak lainnya, karena bentuknya yang mirip kemaluan pria itulah, maka batu Celek itu diziarahi mereka yang ingin dapat keturunan. Bahkan, Parno dan rekannya sesekali suka memergoki ada PSK (Pekerja Seks Komersil) yang berziarah di situ.

“Biasanya setelah selesai berdoa, lalu PSK itu duduk di atas batu Celek dan menggesek-gesekkan kemaluannya,” katanya sambil tertawa geli. Parno memperkirakan, dengan melakukan hal seperti itu, si PSK tadi berpikir “dagangannya” bisa laris manis dan banyak pelanggan. Hanya saja, baik Parno dan Susi, atau beberapa pengemudi becak di sana, mempertanyakan kelakuan para peziarah. “Sebab mereka sendiri mungkin tidak tahu siapa yang diziarahi di tempat itu,” ungkap Parno.
 
Last edited:

Janggawareng

Babu Elite
Level 2
Hantu Jalan Babakan Siliwangi - Bandung
diambil dari harian post metro Balikpapan



Jalan raya di mana pun, utamanya di luar kota, pada ruas tertentu sering dinilai wingit. Dianggap menjadi tempat nyaman untuk ‘main-main’ arwah penasaran. Terutama di ruas-ruas jalan rawan kecelakaan. Misal jalan naik-turun amat tajam, jalan sempit tapi ramai, tikungan maut, persimpangan kereta api, jalan lurus panjang dan sebagainya. Mulanya jumlah arwah penasaran itu cuma satu dua, karena sering memakan korban, makin bertambah ‘penghuninya’. Tapi meski sudah banyak teman, ‘boneka’ cilik di Jl Babakan Siliwangi Bandung, suka mengganggu pemakai jalan.

TEMPAT angker ada di mana saja. Tak terkecuali di ruas jalan bekas terjadinya kecelakaan yang menelan korban nyawa manusia. Kalau kejadiannya amat mengerikan, sampai ada korban hancur sewalang-walang tubuhnya, misalnya, bisa saja arwahnya terus penasaran mencari sisa-sisa tubuhnya yang belum ketemu. Kalau arwah tersebut kebetulan tensinya meninggi bisa saja lalu mencari sasaran lain, misal pemakai jalan di ‘wilayahnya.

Seperti yang terjadi di jalan Babakan Siliwangi Bandung belakangan. Banyak pengendara enggan melewati jalan itu di malam hari. Terutama setelah santer terdengar jalan itu makin wingit. Di jalan terusan menuju Bogor itu kerap muncul hantu ‘boneka’ yang suka memperlihatkan diri kepada pemakai jalan.

Apalagi bila saat melewatinya membawa anak kecil. Biasanya, yang lebih dulu melihat ‘boneka’ itu adalah si anak. Menurut cerita beberapa warga, suatu malam hantu itu pernah melayang-layang di tengah keramaian jalan. Hantu itu berbentuk boneka panda kecil. Menurut cerita warga di sekitar lokasi, boneka itu adalah milik gadis kecil bernama Uci usia 2 tahun yang meninggal akibat tabrak lari pada tahun 1981.

Ketika itu, Uci kecil manis sedang bersama keluarganya akan menikmati makan malam di jalan Siliwangi. Setelah memarkir mobil, keluarga itu lalu menyeberang ke sebuah rumah makan.

Tapi sampai di tengah jalan, dari arah Cihampelas melaju kencang sebuah mobil. Karena letak rumah makan persis berada di tikungan, maka sopirnya tak sempat menginjak rem. Tabrakan tak terelakkan. Keempat orang itu terpental dan mengalami luka parah ! Eh, pengemudi tidak turun menolong, tapi malah tancap gas!

Selama dalam perawatan di rumah sakit St Carolus Bandung, Uci kecil terus mengigau mencari boneka panda kesayangannya. Boneka itu sedang didekap saat terjadi kecelakaan. Keluarga Uci pun berusaha mencarinya. Namun tidak pernah ketemu. Seminggu dalam perawatan, Uci yang kemudian koma, akhirnya menghembuskan nafas terakhir.

Sejak kecelakaan itu, jalan Babakan Siliwangi hingga sekarang sepi dari pengguna jalan. Hal ini pun berdampak pada restoran Siliwangi. “Restoran ini jadi sepi, tidak seperti dulu. Dulu terkenal enak makanannya, nyaman suasananya.

Tapi sekarang terkenal angkernya. Orang jadi enggan ke sini,” kata Wahyu karyawan restoran Siliwangi.

Menurut Wahyu, hantu itu malah sering mengganggu di lingkungan restorannya. Juga malang melintang di Jl Babakan Siliwangi. Padahal jalan itu satu-satunya ruas menuju restoran tempat Wahyu bekerja. “Pertama mengganggu juga di restoran ini,” katanya. Ceritanya, boneka panda kecil berwarna coklat tiba-tiba berada dalam ruangan menjelang restoran tutup lepas tengah malam.

Dikira boneka tertinggal milik tamu, lalu Wahyu akan mengambilnya untuk disimpan. Tapi Wahyu kontan njenggirat ketika boneka itu bisa turun sendiri dari kursi dan kemudian berjalan santai keluar.

Beberapa hari setelah kejadian itu, Rochim, juru parkir restoran tersebut, juga disatroni hantu boneka panda. Ketika dia akan menutup pintu gerbang halaman parkir, dia melihat boneka panda tergeletak. Ketika akan diambil, lhadallah, boneka itu bisa njrunthul. Rochim terkesiap. Apalagi setelah melihat boneka itu berlari menghampiri seorang gadis kecil. Setelah dekat boneka itu pun langsung didekap si gadis.

Meski masih dihantui rasa takut, Rochim iba ketika melihat gadis cilik cantik itu menangis menyayat hati. “Siapa saja yang mendengar tangisannya pasti akan trenyuh,” katanya. Gadis itu tiba-tiba menghilang. Dengan perasaan takut Rochim cepat meninggalkan halaman parkir.

Beberapa sumber mengatakan, boneka milik Uci yang gentayangan sebenarnya tidak bermaksud untuk mengganggu pengguna jalan Babakan Siliwangi. Kemunculannya yang hampir tiap hari dinilai untuk memperingatkan kepada setiap pengguna jalan agar berhati-hati bila lewat tikungan tesebut. Sebagian lagi mengatakan, pemunculan boneka panda antara lain untuk mencari tuannya. Banyak orang menuturkan pengalamannya, pernah ditemui hantu boneka itu saat makan di Restoran Siliwangi. Tak sedikit anak-anak para pengunjung restoran itu mengaku sering melihat gadis kecil sedang menangis sambil memeluk boneka panda. Yang membuat trenyuh, malah ada anak seorang tamu sampai menangis saat bercerita kepada orangtuanya. Anak itu mengira gadis cilik yang berada di bawah pohon di tikungan Jl Babakan Siliwangi adalah gadis yang sedang hilang.
 
Last edited:

[email protected]

Belum Sekolah
Level 1
Penjara bawah tanah Benteng Rotterdam (Makassar)
diambil dari: kediribersemi.blogspot.com



Fort Rotterdam adalah benteng peninggalan kerajaan Gowa yang dibangun tahun 1545, terletak di pinggir pantai,
sebelah barat kota Makassar. Bangunan dan taman-taman ini masih terawat dengan baik.
Di sini ada penjara bawah tanah tempat Pangeran Diponegoro dipenjara dan di
dekat pintu masuk benteng ini terdapat patung salah satu raja Gowa yang terkenal Sultan Hassanudin.
 

oded88

PAUD
Level 0
ikut share gan, sebenarnya ini bukan kejadian, tp sekedar share tempat aneh dan mengerikan menurut ane :)
waktu ane menuju kalimantan kira kira tahun 97, tepatnya kalimantan selatan, daerah pulau laut.
ane kerja di sebuah perusahaan kelapa sawit di daerah itu, nah .. dalam perjalanan menuju komplek perkebunan yg ane merasa aneh, ada jalan padahal besar kira kira lebar 5-6 meter dan panjang jalan tersebut sekitar 500 - 600 meter, berwarna merah semerah darah gan, ASLI !!
padahal jalan lainnya yg ane lalui hanya merah semerah tanah merah biasa saja
ane mencari tau seluk beluk kenapa kok begitu, nah konon kata orang situ, daerah tersebut bekas pembantaian, tp gak tahulah kepastiannya.
biasanya kan klo di perkebunan sawit sekitar jam 5 pekerja lapangan pada pulangan tuh, nah klo yg bekerja di lokasi tersebut (tanah merah) jam 3 aja udah pada bubaran, mkn dikarenakan pada takut. hehe
ada cerita lagi mengenai tempat itu, konon bla ada kerndaraan yg melintas, bsa di bolak balik gan .. hiiii
nah, karena penasaran ane beserta kawan ane pengen liat secara jelas tempat tersebut, sambil menggunakan motor kami berdua menuju lokasinya, wew jelas sekali gan warnanya MERAH. aneh.
maaf ane gak sempat memfotonya, dikala itu blm punya HP yg berkamera .. huehehe

thx yg sudah mampir
 

plasa

2 SD
Level 2
Tanjakan Emen Subang

]


WARGA Bandung, khususnya yang bermukim di Bandung Utara, pasti mengenal tanjakan eman di Kab. Subang. Jalan menanjak dari arah Subang yang dimulai sebelum mulut jalan ke pintu objek wisata air panas Ciater hingga mulut jalan objek wisata Gunung Tangkubanparahu ini terkenal sebagai tanjakan maut.

Kata emen menjadi legenda di kalangan sopir atau warga sekitar. Kenapa tanjakan ini diselimuti mitos? Kecelakaan yang hampir terjadi setiap tahun membuat tanjakan yang mempunyai elevasi 59 derajat ini "ditakuti" pengemudi kendaraan.

Dulu, pada siang hari situasi di sekitar tanjakan Emen memang sepi. Pada malam hari, suasananya menjadi agak mencekam karena ada bau belerang yang menyengat. Suasana semakin dramatis karena tanjakan Emen diapit lembah, bukit, dan perkebunan teh yang banyak ditumbuhi pohon cemara.

Mitos yang menyelimuti tanjakan Emen menyebar dari mulut ke mulut. Ada berbagai versi yang berkembang di masyarakat sekitar. Menurut warga, Emen adalah nama seorang pria yang menjadi korban tabrak lari. Mayat Emen oleh penabraknya disembunyikan di rimbun pepohonan di lokasi yang sekarang disebut tanjakan Emen. Sejak saat itu, arwah Emen mengganggu siapa saja yang lewat di tanjakan itu.

Versi lain menyebutkan,emen adalah seorang sopir pemberani yang biasa mengemudikan oplet jurusan Bandung-Subang. Konon saat itu, Emen dikenal sebagai satu-satunya sopir yang berani mengemudikan kendaraan pada malam hari. Tahun 1964, ketika mengangkut ikan asin dari Pasar Ciroyom, Kota Bandung menuju Kab. Subang, kendaraannya terbalik dan terbakar. Nahas bagi Emen, dia terbakar hidup-hidup hingga tewas.

Setelah kejadian itu, petaka sering terjadi di tanjakan Emen. Kejadian rem blong, bus tergelincir, dan kendaraan terperosok kerap terjadi di jalur ini. Begitu juga menurut pengakuan warga, kejadian-kejadian aneh seperti mogok disertai kesurupan sering dialami sopir atau penumpangnya. Anehnya, kendaraan yang mogok terjadi apabila seseorang yang melalui jalan itu bersikap sompral dan sombong.

menurut penuturan warga, kejadian itu hilang begitu saja ketika sebatang rokok dinyalakan dan dilempar ke pinggir jalan sebagai simbol memberikan rokok kepada arwah Emen. Konon, Emen amat gandrung merokok saat mengemudi.

Penyebab kecelakaan ini sebenarnya posisi turunan atau tanjakan Emen terbilang cukup ekstrem. Dengan kemiringan sekitar 45-50 derajat sepanjang kurang lebih 2-3 km, jalan ini memiliki tikungan tajam, sehingga memaksa sopir piawai dan ekstra hati-hati memegang kemudi.

Kini tanjakan Emen telah diperlebar, dua jalur menanjak dan satu lajur menurun. Dua lajur menanjak memberi kesempatan bagi pengemudi berkonsentrasi menjaga laju kendaraannya saat mendaki. Sementara satu lajur menurun agar pengemudi tetap berhati-hati menjaga keseimbangan gas dan rem supaya mobil tetap terkendali.

Tanjakan Emen memang dikenal sebagai daerah angker bahkan sempat mendapat julukan "jalur tengkorak" sebelum diperlebar jalannya menjadi tiga lajur mulai dari gerbang Hotel Grasia hingga gerbang Tangkubanparahu atau sepanjang 10 kilometer.
Sumber "
karna saya orang bandung dan tinggal di dago dari kecil. saya sangat similiar dengan cerita ini kak.
ini ada sedikit cerita atau tambahan dari saya tentang tanjakan emen

Mungkin ada sedikit cerita simpang siur lagi nih kak, tentang si pengemudi tanjakan "emen".
Menurut kakek saya nih yaa..
emen itu Meninggalnya ketika dia sedang menanjaki tanjakan itu dari arah bandung menuju subang.
soal waktu maaf saya tidak tahu.
tetapi tiba2 di saat menanjaki tanjakan itu, ban sebuah truck yang ia kendarai meledak. (bukan bocor ya)
lalu si emen itu memberentikan trucknya (rem tangan dan rem). sambil ia turun untuk mengganjal ban truck nya dengan batu atau diganjal dengan batu.

tetapi ketika ia beres mengganjal ban nya dengan batu, dan melihat keadaan ban nya dalam keadaan ban di depan matanya sembari merokok.
tiba2 ganjalan dan rem tangan tidak kuat untuk menahan beban truck dan kemiringan jalan yang mengakibatkan kepala si emen terlindes kak.

itulah yang kakek saya ceritakan tentang tanjakan emen kepada saya kak.
 
Top