Cadas Pangeran (Sumedang - Jawa Barat)
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas & adirafacesofindonesia.com
Cadas Pangeran adalah nama suatu tempat, kira-kira enam kilometer sebelah barat daya kota Sumedang, yang dilalui jalan raya Bandung—Cirebon. Pemberian nama ini terkait dengan pembangunan Jalan Raya Pos Daendels yang melintasi daerah ini. Karena medan yang berbatu cadas, lima ribuan jiwa pekerja kehilangan nyawanya. Hal ini membuat marah penguasa Kabupaten Sumedang, Pangeran Kusumadinata IX (1791-1828) yang lebih populer dengan sebutan Pangeran Kornel, dan ia memprotes Daendels atas kesemena-menaan dalam pembangunan jalan itu.
Dari literatur yang saya baca di laman-laman blog di internet, yang memuat tulisan asal usul nama jalan Cadas Pangeran, memang ada cerita sejarah yang melatarinya. Tak asal hanya nama. Kala itu menurut sohibul sejarah yang saya baca, pada 1800, Meneer Gubernur Jenderal Deandels, datang mengontrol jalan raya Anyer-Panarukan, yang melewati daerah itu.
Ketika mengontrol, sang meneer gubernur jenderal ini, menemui Bupati Sumedang, Pangeran Kusumadinata IX, atau terkenal dengan sebutan Pangeran Kornel. Saat bertemu sang pangeran, Daendels mengulurkan tangan mengajak salaman, tapi disambut dengan tangan kiri Pangeran Kornel. Sementara tangan kanan sang pangeran memegang keris.
Sambutan tangan kiri dan tangan kanan memegang keris, seperti sebuah simbol protes pada Daendels, terutama pada proyek jalan Anyer-Panarukan yang banyak menelan korban jiwa rakyat Indonesia. Peristiwa itulah yang kemudian diabadikan menjadi nama jalan tersebut, yakni jalan Cadas Pangeran.
Tapi bagi saya, ruas jalan yang meliuk dengan tikungannya yang tajam, pantas untuk diceritakan. Jalan cadas pangeran termasuk jalan yang bikin andrenalin berpacu kala melewatinya. Menempel pada sisi bukit, dan bersisian dengan jurang, membuat jalan ini berbeda dengan yang lainnya.
Pelaju jalan, harus ekstra hati-hati menyusuri jalan Cadas Pangeran. Karena selain jalan meliuk dan menikung tajam, melingkari bukit, tapi di sisi jalan menganga jurang yang cukup dalam. Jika dari Bandung menuju Sumedang, jalan ini mau tak mau harus di lewati pelaju jalan. Suasana jalan sendiri, sebenarnya cukup menarik. Pemandangan sisi jalan, kombinasi antara dinding terjal, dan jurang dalam, dengan jejeran pohon pinusnya.
Menurut saya, jalan ini layak dimasukan sebagai jalan wisata, dengan keindahan dan eksotis alamnya. Di pinggiran jalan, jika melewati jalan itu, banyak berdiri warung-warung makan, sebagai tempat rehat para pelaju jalan. Saya sempat melewati jalan itu, kala mudik balik dari kampung.
Sebenarnya, sudah beberapa kali saya melewati jalur jalan Cadas Pangeran yang legendaris itu. Saat saya kembali melewatinya, eksotisnya suasana di sekitar jalan itu masih terasa. Jejeran pohon pinus, di bawah jalan. Pohon-pohon besar, dan dinding cadas yang membentengi jalan.
Apalagi kini beberapa ruas jalan di perlebar. Bahkan, sampai menambah muka jalan ke bibir jurang. Di sisi jalan, dibuat tempat rehat bagi para pelaju jalan. Tujuannya, untuk istirahat sebentar, dan menikmati suasana alam di sekitar Cadas Pangeran. Sayang, karena gerimis merinai, saya tak sempat berhenti, sekedar rehat sembari merangkum lukisan alam di sekitar Cadas Pangeran.
Tetengger atau penanda jalan, kenapa diberi nama jalan Cadas Pangeran, akan ditemui, di satu pojok sisi jalan. Tetengger itu, berupa patung Pangeran Kornel yang sedang menjabat meneer Deandles, dengan tangan kirinya. Patung dengan nuansa heroik. Kala saya lewat patung itu masih berdiri gagah. Sayang, karena lalu lintas arus balik mudik lebaran cukup padat, saya hanya sempat memotret lewat jendela mobil yang sedang merayap.
Sedihnya, karena tergesa patung Pangeran Kornel, terjepret asal-asalan. Tapi saya simpan, sebagai kenangan, bahwa saya sering dan pernah lewat ke jalan legenda tersebut. Numpang lewat sang pangeran.
Mau oleh-oleh, tak usah khawatir, penjual tahu Sumedang yang juga cukup legendaris,banyak yang jual di pinggiran jalan. Bila perut keroncongan, ada satu deretan warung, jika dari arah Sumedang menuju Bandung adanya di sebelah kiri jalan. Deretan warung itu favorit saya mengisi perut, kalau lewat jalan itu. Tempatnya cukup nyaman, meski warungnya hanya bangunan sederhana berupa saung dengan dinding dari bilik. Di naungi rindangnya pohon pinus, makan terasa ponyo (nikmat-red), di balur sepoy angin yang ngahiliwir (menerpa-red).
Masakannya khas Sunda, lalapan dan sambel menjadi menu utamanya. Bagi yang bawa anak, di belakang warung, tepatnya di bawah, ada sepetak area yang dibangun ayunan buat anak, dengan jejeran pohon pinus di sekelilingnya. Sangat segar, hawa yang begitu mahal bila kita di Jakarta. Cadas Pangeran, jalan sejarah favorit saya.